Selasa, 3 Oktober 23

YLBHI Perkirakan JPU Akan Sulit Buktikan Kesalahan Basuki

Koordinator Bantuan Hukum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Julius Ibrani memperkirakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di sidang pengadilan akan kesulitan membuktikan kesalahan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam perkara penistaaan agama.

Pasal 156a KUH Pidana yang akan didakwakan kepada Ahok tidak tepat karena hal itu bisa melanggar hak asasi manusia, kata Julius dalam keterangan tertulisnya kepada awak media, di Jakarta, Selasa (6/12).

Ahok dijerat menggunakan Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman lima tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman hukuman empat tahun penjara.

Menurut Julius, dalam konteks hak asasi manusia, Pasal 18 Kovenan Hak Sipil dan Politik yang diratifikasi Indonesia lewat UU No 12 Tahun 2005, menjamin kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama. Kebebasan ini dengan batasan tidak boleh mengganggu hak orang lain untuk berpikir, berkeyakinan, dan beragama.

Selain itu, kata Julius, perlindungan diberikan kepada orang sebagai subjek, bukan kepada pikiran, keyakinan, atau agama sebagai objek. Sedangkan yang diatur oleh Pasal 156a KUHP ini adalah perlindungan terhadap obyek.

“Tidak heran, karena historis pasal ini adalah pasal teror dari pemerintah kolonial Belanda terhadap kelompok agama yang dibangun oleh pribumi di masa itu,” katanya.

Ia menambahkan, secara doktrin hukum pidana, haruslah dibuktikan dua hal, yakni “mens rea” atau niat, dan “actus reus” atau perbuatan. Terkait “mens rea”, mengunggah rekaman video kegiatan gubernur ke Youtube tidak ditemukan niat jahat.

“Karena akun resmi Gubernur tersebut dinyatakan sebagai bagian dari transparansi kerja pejabat publik supaya bisa ditonton publik,” tegas dia.

Julius memprediksi, sulit untuk menjerat Ahok jika jaksa menggunakan pasal tersebut.

Di sisi lain, Julius melihat proses penyidikan hingga P-21 yang dilakukan polisi dan jaksa luar biasa cepat.

“Kejanggalan belum bisa saya lihat dengan jelas. Namun, percepatan proses pemeriksaan dan penetapan tersangka, di mana ada sekitar ribuan laporan di kepolisian yang mangkrak (berdasarkan penelitian LBH dan MaPPI), tentu ini menjadi pertanyaan, bahwa apakah ada perlakuan khusus terhadap kasus ini? Apakah karena tekanan massa lewat demonstrasi?” kata Julius.

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait