Wayang sudah sangat akrab dengan kesenian tradisional daerah Indonesia. Selama ini publik Tanah Air mengenal wayang kulit, wayang golek hingga wayang orang. Bagi masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur, istilah “wayang ” diartikan sebagai “bayang”, mengacu pada teknik bayangan dan efek cahaya dan diiringi oleh musik gamelan.
Sebagian besar pertunjukan wayang didasarkan pada dua cerita epik dari India, Mahabarata dan Ramayana. Pertunjukan wayang umumnya cenderung menggabungkan kisah-kisah Hindu dengan ide-ide Buddhis, Islam, serta cerita-cerita rakyat dan mitos.
Berbeda dengan di Bogor. Salah satu seni budaya kota hujan itu disebut Wayang Bambu. Adalah Ki Drajat Iskandar, sang kreatornya. Media wayang yang seluruhnya terbuat dari bambu ini mirip dengan wayang golek dari Jawa Barat. Pembeda dengan wayang umumnya, tokoh wayangnya yang tidak sama dengan tokoh mahabrata.
Wayang bambu berkisah tentang kerakyatan sekitar Pasundan, seperti cerita Prabu Siliwangi maupun kasultanan setelah kerajaan Islam masuk di daerah Jawa Barat.
“Sanggar seni wayang bambu sebagai wadah perkumpulan para seniman tepatya pada tanggal 21 Juli 2000. Pada saat itu sanggar seni wayang bambu lebih menfokuskan kepada pelestarian kesenian wayang bambu,” kata Ki Drajat Iskandar saat diwawancarai indeksberita.com, Selasa (7/2/2017).
Sanggar Wayang Bambu miliknya berada di kawasan Cijahe RT 06, RW 01, Kelurahan Curugmekar, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Kediaman Ki Drajat menjadi tempat berkumpul para seniman yang tertarik dengan wayang bambu. Ide Wayang Bambu ini berawal dari besek bambu yang sering dibuang setelah isinya di makan. Maka timbulah ide membuat wayang dari Bambu.
“Singkatnya, lama kelamaan menjadi sebuah kesenian baru yang khas dari kota Bogor. Wayang Bambu ini selain untuk pementasan, juga dibuat juga untuk souvenir khas Bogor. Satu buah wayang bisa selesai dalam 2 hari,” tuturnya.
Wayang Bambu ini sudah mentas di berbagai wilayah Indonesia, bahkan luar negeri pun sudah, seperti Jepang, dan negara-negara ASEAN. Berbeda dengan Wayang Golek. Wayang bambu, di bagian wajah tidak menggunakan cat untuk membedakan karakter wayang masing-masing.
Untuk tokoh jahat wayang dicat warna merah dan kain. Wayang Bambu ingin mengangkat kesenian lokal, sehingga dalam cerita wayangnya tidak menggunakan yang biasa dipakai di Wayang Golek yaitu kisah Mahabrata. Yang diangkat dalam pentasnya adalah cerita keseharian yang ada di masyarakat Jawa Barat khususnya Bogor. Bahasa yang digunakan juga bahasa Sunda dialek Bogor.
Melalui wayang bambu, Ki Drajat berniat mengenalkan budaya Bogor. Saat manggung, Ia juga kerap mengupas masalah kekinian. Untuk mendalami, sebelum pentas Ki Drajat kerap mendatangi tokoh masyarakat agar menguasai masalah yang tengah jadi “trending topic”.
Upaya Ki Drajat mengenalkan budaya Bogor juga tidak tanggung-tanggung. Pada tahun 2013 dan 2014, ia pernah menggelar pementasan di Malaysia, Jepang dan Belanda. Itu pun menggunakan biaya sendiri.
Terinspirasi Wayang Golek
Wayang bambu bisa dikatakan sebuah bentuk pengembangan dari wayang golek pada umumnya. Tokoh dan karakteristik wayang bambu sama seperti yang diperankan wayang golek kayu termasuk ornamaen yang dikenakannya.
”Saya ciptakan cerita sendiri, karena saya berkeinginan wayang bambu menjadikannya ikon di kota Bogor ini,” ujarnya`
Kesenian wayang berkembang sejak jaman kerajaan dan masih bertahan hingga saat ini. Sayangnya apresiasi masyarakat saat ini terhadap wayang menurun karena kurangnya para seniman yang memainkan wayang, sehingga tidak lagi menjadi sarana hiburan bagi masyarakat.
Ki Drajat Iskandar yang sejak kecil sudah akrab menonton dengan pertunjukan wayang Sunda akhirnya tergagas membuat wayang dari bahan yang berbeda. Ia pun melirik anyaman bambu yang dibentuk sedemikian rupa sehingga menghasilkan karakter-karakter wayang terkenal.
Padepokan Cijahe di tempat tinggalnya, juga dijadikan wirausaha melibatkan puluhan pemuda sekitar. Untuk menghasilkan 1 tokoh karakter wayang memakan waktu 3-7 hari.
Diakui Ki Drajat, pembuatan wayang bambu cukup sulit karena harus menjalin bilah-bilah bambu yang rumit. Terutama pada saat membuat suvenir wayang bambu dalam botol yang membutuhkan 3 kali eksperimen untuk mendapatkan bentuk yang sempurna.
“Selain wayang bambu utuk di pergelarkan dengan sebuah cerita di atas panggung, saya buat juga dalam bentuk mini sebagai souvenir khas Bogor “ tutupnya. (eko)