Selasa, 3 Oktober 23

Waspadai!, Kasus KDRT dan Pelecehan Seksual Anak Tinggi

BOGOR – Wanita yang menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) paling sering terjadi dilingkungan Kota Bogor, sejak tahun 2013 hingga 2016 terbilang tinggi. Setiap tahun, pelanggar Undang-Undang No. 23 tahun 2004 terkait Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang ditangani Unit Perlindungan Perempuan Anak (PPA) Polres Bogor Kota diatas 40 kasus.

Demikian dikatakan Kepala Unit (Kanit) PPA Polres Bogor Kota, Iptu Melysa Sianipar saat Sosialisasi Perlindungan Perempuan dan Anak di Balaikota Bogor, yang juga dihadiri para pembicara Anggota Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka, Ketua PKK Poppy Yuniati dan Ketua Pusat Pelayanan terpadu Ibu dan Anak (P2TIA) Endah Ade Syarif, Minggu (23/10/2016).

“Angka korban kekerasan terhadap perempuan dan anak sangat tinggi di Kota Bogor, dibanding daerah lain di Jawa Barat. Penyebabnya, karena Kota Bogor dekat dengan Jakarta. Khususnya kasus pencabulan dan traficking,” kata Kanit PPA, Polres Bogor Kota didepan 150 ibu-ibu perwakilan PKK dan organisasi perempuan.

Disampaikan Melysa, ada banyak faktor yang jadi penyebab, diantaranya karena dampak informasi pornoaksi melalui internet, latarbelakang ekonomi hingga kelalaian orangtua yang kurang memahami teknologi.

“Laporan pencabulan dengan korban perampuan, serta anak terbilang tinggi di Polres Bogor Kota. Hal itu karena lemahnya peran orangtua terhadap anak. Saat ini, orangtua harus lebih paham teknologi seperti medsos, internet hingga aplikasi telepon genggam agar bisa melakukan kontrol terhadap pergaulan anak,” ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, anggota DPR RI Diah Pitaloka mengatakan, butuh campur tangan aktif masyarakat untuk menekan angka pelecehan seksual terhadap anak, juga kasus kekerasan dalam rumah tangga.

“Boleh dibilang, saat ini Indonesia dalam keadaan darurat seksual anak. Sebab, kejadian yang menimpa anak jadi korban seksual masih sering terjadi. Keberadaan payung hukum sebagus apa pun tak akan ada artinya bila partisipasi sosial masyarakat minim. Antisipasinya, kepedulian dimulai dari lingkungan rumah tinggal sangat perlu,” ujarnya.

Politisi PDI Perjuangan ini menambahkan, sejauh ini anak yang jadi korban pelecehan seksual masih malu mengungkapkannya.

“Budaya ala ‘siskamling’ pada tingkatan RW harus mulai digalakan. Perlu saling mengingatkan untuk melakukan pencegahan hal-hal yang negatif di masyarakat. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 memberikan tanggung jawab dan kewajiban kepada pemerintah hingga pemerintah daerah, masyarakat, keluarga dan orang tua dalam hal penyelenggaran perlindungan anak. Selain itu, pada payung hukum tersebut dinaikannya ketentuan pidana minimal bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak,” tutupnya. (eko)

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait