
Wajah parlemen 2019-2024 tak banyak berubah dari periode sebelumnya 2014-2019. Meskipun optimis, karena masih banyak yang waras, kita harus tetap kritis terhadap kinerja mereka ke depan. Selama sistem pemilu dengan suara terbanyak maka hasilnya para anggota DPR seperti sekarang. Itulah benang merah dalam diskusi pertama bertajuk “Disintas, Diskusi Sintesis bersama TASS” di Sintesis Coffee & Space Yogyakarta, Sabtu (28/9).
Dua pembicara tampil membahas wajah DPR RI yaitu Idham Samawi, Fraksi PDI Perjuangan DPR dan Dr. Sigit Pranawa, dosen sosiologi UNS Solo. Diskusi dimoderatori Tri Agus Susanto (divisi pengembangan literasi Sintesis Coffee & Space) yang juga dosen STPMD “APMD” Yogyakarta.
Idham Samawi sebelum membahas dan menilai DPR periode mendatang, termasuk dirinya, ia menanggapi rangkaian aksi mahasiswa yang berujung mosi tak percaya kepada DPR. “Ini aksi yang penuh tanda tanya. Presiden sudah menyetujui penundaan RUU KUHP dan RUU lainnya sesuai tuntutan mahasiswa tetapi kenapa aksi tidak berhenti?” tanya Bupati Bantul dua periode itu.
Idham Samawi menengarai aksi ini didukung dua hal. Yaitu duit yabg tak berseri, dan organisasi yang mempunyai jaringan yang luas sampai ke kota-kota kecil. Dua hal tadi, lanjut penjaga ideologi PDI Perjuangan itu, di sini hanya dimiliki oleh tiga kekuatan yaitu orang asing, WNI yang kecewa, dan organisasi transnasional.
Orang asing maksudnya pihak yang tak ingin Indonesia (lebih khusus pemerintah Joko Widodo) sukses karena telah memotong sumber ekonominya. WNI yang kecewa maksudnya adalah mereka yang terkena dampak langsung hilangnya penerimaan miliaran rupiah per hari setelah Jokowi membubarkan Petral. Transnasional salah satunya adalah HTI.
Tentang DPR 2019-2024, Idham Samawi masih optimis karena masih banyak orang waras. Tapi ia tetap mengajak publik selalu kritis dan mengawal kinerja DPR.
“Tapi aksinya jangan seperti aksi mahasiswa sekarang ini. Sudah dipenuhi kok masih aksi,” ujar salah seorang pemilik koran Kedaulatan Rakyat ini.
Idham Samawi kurang sependapat menilai kinerja DPR hanya diukur dari berapa jumlah Undang Undang yang dihasilkan. “Itu tidak tepat, karena, antara lain, tugas DPR tak hanya membuat regulasi,” lanjutnya.
Sementara itu Sigit Pranawa terhadap DPR mendatang antara optimis dan pesimis. Optimis karena ada wajah baru, meski kurang dari separuh, tapi pesimis dengan munculnya artis dan anggota keluarga elit yang jadi anggota DPR. Ia juga mengutip studi Formapi bahwa DPR periode ini janji menuntaskan 200an RUU, ternyata hanya 59.UU.
Sigit juga prihatin menguatnya politik aliran termasuk saat kampanye. Karena itu dirinya mengusulkan pentingnya membuat pendidikan politik bagi publik, juga pendidikan warga negara.
Diskusi semacam ini rencananya akan digelar di kafe ini tiap bulan dengan berbagai topik dan pembicara. Sintetis Coffee & Space dibuka pertama kali pada 14 Februari 2019. Dikelola oleh anak-anak muda dan menjadi salah satu tempat ngopi sambil mengerjakan tugas-tugas dari kampus di Jogja. Menurut pemilik kafe, Dang Alam Panjaitan, kafenya berani membuat diskusi bulanan setelah operasional kafe mulai stabil. “Kafe ini bukan hanya tempat ngopi tapi juga diskusi. Acara ini merupakan sumbangan saya sebagai anak muda untk bangsa,” ujat Alam yang mahasiswa Fakultas Hukum UGM itu.
Kafe ini mengusung tema library cafe di mana pengunjung bisa ngopi sambil membaca buku dari hukum, ekonomi, manajemen, politik, sosial sampai sastra. Letaknya sangat strategis di jalan Kaliurang dalam ringroad dan dekat UGM.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.