Selasa, 28 Maret 23

Validasi Kelembagaan di TNI dan Polri

Beberapa hari yang lalu, tepatnya Kamis (18/8), Mabes Polri mengumumkan kenaikan pangkat bagi pemangku jabatan Kapolda Sulut dan Kapolda Kalbar, masing-masing menjadi Inspektur Jenderal (Irjen). Dengan kenaikan pangkat tersebut, artinya Polda Sulut dan Polda Kalbar naik status menjadi polda tipe A, yaitu polda yang dipimpin jenderal polisi bintang dua.

Pada tahap berikutnya, segera menyusul Polda Lampung, Riau dan Kepulauan Riau, yang sedang disiapkan sebagai polda tipe A pula. Fenomena ini kiranya akan memicu hal yang sama di Mabes TNI. Tentu TNI juga akan menyesuaikan, agar secara “politis” bisa seimbang dengan polisi. Kalau kita perhatikan, validasi organisasi di Mabes TNI juga sudah dimulai.

Pertarungan Citra

Di luar Jawa, secara umum posisi Kapolda setara dengan Danrem, termasuk Polda Banten. Salah satu contoh, Kapolda Sulut dan Danrem Santiago (Manado) sama-sama berpangkat Brigadir Jenderal (Brigjen). Namun dengan validasi organisasi, maka Kapolda Sulut akan lebih tinggi pangkatnya dari Danrem Manado. Di beberapa wilayah lain, seperti Jambi, Bengkulu, Maluku Utara dan seterusnya, pangkat Kapolda-nya setingkat lebih tinggi dari Danrem (Kolonel).

Yang perlu menjadi catatan khusus adalah Polda Lampung, yang bila disetujui menjadi Polda tipe A, maka pangkat Kapolda-nya akan dua tingkat lebih tinggi dari Komandan Korem 043/Garuda Hitam (Lampung), yang masih merupakan pos Kolonel. Bila peningkatan status Polda Lampung disetujui, maka salah seorang yang akan kena dampaknya adalah Kombes Pol Khrisna Murti (Wakapolda Lampung, Akpol 1991). Sebagai Wakapolda tipe A, Khrisna akan berpangkat Brigjen. Ia sejak lama memperoleh ekspose yang tinggi. Terakhir saat menjabat Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, dia ikut mengatasi kasus bom Thamrin (Jakarta Pusat), pertengahan Januari 2016 lalu.

Validasi organisasi di Polri sudah tentu memperoleh perhatian Mabes Polri. Untuk itu Mabes TNI akan melakukan penyesuaian. Bila Polda Lampung benar akan naik status menjadi tipe A, saya kira Danrem Lampung akan menjadi pos Brigjen. Soal alasan logisnya nanti bisa menyusul, yang penting posisi TNI AD jangan sampai “kalah pamor” dibanding posisi Polri.

Sebenarnya Mabes TNI juga sudah memulai validasi organisasi, misalnya dengan menambah jumlah Korem yang dipimpin seorang Brigjen. Kemudian untuk posisi Dandim, dengan status BS (berdiri sendiri), yaitu Dandim yang langsung di bawah Pangdam setempat, kini menjadi pos Kolonel. Mabes TNI perlu mengadakan validasi, mengingat saat ini TNI sedang surplus perwira menengah (Pamen), khususnya yang berpangkat Kolonel dan Letnan Kolonel. Banyak Pamen yang masih harus menunggu penempatan, karena jumlah jabatan yang terbatas.

Hal itu bisa terjadi, karena pada pasca Reformasi, banyak posisi sipil (kekaryaan) bagi perwira TNI sudah dihapuskan. Hal yang sebenarnya tidak diperhitungkan sebelumnya. Itu sebabnya validasi kelembagaan di TNI (khususnya AD), akan lebih kencang dilakukan terutama setelah melihat apa yang sudah dilakukan Polri akhir-akhir ini. Sementara, TNI juga memiliki problem internal sendiri. Publik sudah mafhum, bahwa antara TNI AD dan Polri ada semacam “pertarungan citra” yang tak kunjung usai.

Bina Keluarga TNI POLRI

Tumpang-tindih Angkatan

Surplus perwira bukan hanya terjadi di level Pamen, namun juga Pati atau Perwira Tinggi. Itu sebabnya TNI AD sejak lama tidak mengikuti pola “urut kacang” dalam penempatan perwira. Ini sebenarnya sudah menjadi kebijakan sejak dulu, bahwa pola promosi tidak berdasar senioritas tahun kelulusan di Akademi Militer (Akmil), tetapi lebih berdasar pada kinerja dan prestasi perwira bersangkutan. Artinya, bagi seorang perwira, kalau dia layak untuk dipromosikan, bisa naik lebih dulu tanpa harus menunggu seniornya naik.

Dalam lima tahun terakhir, penegasian pola urut kacang itu demikian gamblangnya. Untuk posisi KSAD misalnya, sebagai orang nomor satu di Angkatan Darat, dijabat oleh Jenderal Mulyono (Akmil 1983), sementara yang menjadi WAKSAD adalah seniornya, Letjen Erwin Syafitri (lulusan terbaik Akmil 1982). Demikian juga posisi Pangkostrad, yang kini dijabat Letjen Edi Rahmayadi, sementara yang menjadi Kepala Staf Kostrad adalah seniornya, Mayjen Meris Wiryadi (Akmil 1983). Demikian juga pada posisi Pangdam, dimana beberapa Kasdam di antaranya juga lebih senior.

Karir seorang perwira memang misteri, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi kemudian, paling hanya bisa menebak-nebak atau meramal, seperti halnya tulisan ini. Sekadar ilustrasi bisa diajukan di sini, bagaimana perwira sehebat Letjen Ediwan Prabowo (lulusan terbaik Akmil 1984), pada hari-hari ini belum memperoleh posisi yang definitif atau non job, setelah melepas posisi Sekjen Kemenhan. Memang jalan masih panjang dan berliku. Karena perjalanan karir seorang perwira kadang tak terduga. Bisa saja seorang perwira macet karirnya, bukan karena dia tidak mampu, tetapi lebih disebabkan situasi lingkungan yang berubah.

Itu berarti ada peluang bagi generasi yang lebih baru, yakni mereka yang lulus Akmil tahun 1990-an untuk menerobos ke atas, tanpa harus mengikuti pola “urut kacang”. Kini sudah muncul figur-figur perwira generasi 1990-an, yang layak untuk segera diorbitkan. Perwira orbitan semacam inilah, diharapkan bisa menjadi lokomotif untuk menarik “gerbong” perwira generasi 1990-an – tentunya yang berprestasi – untuk ikut naik pula.***

aris santoso

Aris Santoso
Pengamat TNI, Lulusan jurusan sejarah FIB UI (d/h FSUI)
 

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait