Jakarta – Jumlah utang luar negeri Indonesia naik 5,7 persen (tahun ke tahun). Pada akhir triwulan 2016, jumlahnya mencapai US$ 316 miliar. Kenaikan ini dinilai relatif stabil dibandingkan periode yang sama pada tahun (2015) lalu.
“Bank Indonesia memandang perkembangan utang luar negeri pada triwulan I 2016 masih cukup sehat, namun perlu terus diwaspadai risikonya terhadap perekonomian nasional,” seperti dilansir dari situs Bank Indonesia, www.bi.go.id, Selasa, 17 Mei 2016.
Menurut jangka waktu asal, utang luar negeri jangka panjang Indonesia tercatat meningkat 7,9 persen (tahun ke tahun) menjadi US$ 277,9 miliar atau 87,9 persen dari total utang luar negeri di triwulan pertama 2016. Pertumbuhan ini lebih lambat dibandingkan periode yang sama tahun (2015) lalu sebesar 9,2 persen.
Sementara, utang luar negeri jangka pendek turun 8,4 persen (tahun ke tahun) menjadi US$ 38,1 miliar. Pertumbuhan ini juga dinilai lebih lambat disbanding periode yang sama tahun lalu sebesar 13,7 persen.
Berdasarkan kelompok peminjam, sektor swasta masih mendominasi utang luar negeri Indonesia. Utang luar negeri sektor ini mencapai 52,1 persen dari total utang luar negeri atau sebesar US$164,7 miliar.
Meski demikian, jumlah utang luar negeri sektor swasta itu turun 1,0 persen setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh 2,3 persen.
Peningkatan utang luar negeri terjadi pada sektor publik yakni sebesar 47,9 persen dari total utang luar negeri atau sebesar US$ 151,3 miliar. Jumlah ini naik 14 persen dari tahun sebelumnya yang hanya 10 persen.
Di sektor swasta, konsentrasi posisi utang luar negeri terutama berada di sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas, dan air bersih. Utang luar negeri keempat sektor tersebut terhadap total utang luar negeri swasta mencapai 76,1 persen.
Namun, dibanding triwulan IV 2015 lalu, pertumbuhan tahunan utang luar negeri sektor keuangan dan pertambangan tercatat melambat, sebaliknya dua sektor lainnya meningkat.
Bank Indonesia memastikan akan terus memantau perkembangan utang luar negeri, khususnya utang sektor swasta.
“Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keyakinan bahwa utang luar negeri dapat berperan secara optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas makroekonomi.”
Dengan posisi seperti itu, rasio utang luar negeri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir triwulan I 2016 tercatat sebesar 36,5 persen. Rasio ini sedikit meningkat 0,5 persen dari 36,0 persen yang tercatat pada periode yang sama tahun lalu.
Kemampuan cadangan devisa untuk menutupi kewajiban utang jangka pendek juga membaik. Rasio utang jangka pendek terhadap cadangan devisa turun menjadi 35,5 persen pada triwulan I 2016 dari 36,7 persen pada triwulan IV 2015.