Ketua Umum Aliansi Masyarakat Sipil untuk Indonesia Hebat (ALMISBAT), Hendrik Dikson Sirait, menilai keputusan tentang perubahan konsep bisnis Sarinah sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sesuai dengan sejarah dan visi dibalik pembangunan pusat perbelanjaan tersebut.
Seperti diketahui, Menteri BUMN Erick Tohir berencana mengembalikan khittah Sarinah menjadi sangat lokal atau Indonesia Friendly sesuai dengan gagasan besar Soekarno saat membangun pusat belanja itu di awal 1960-an silam.
“Menteri BUMN bercermin dari sejarah. Perubahan itu jelas diperlukan,” kata Hendrik saat dihubungi via seluler, Selasa (12/05) di Jakarta
“Keputusan itu juga mencerminkan adanya pemahaman untuk menempatkan sekaligus gagasan tentang kemajuan yang relevan dengan perubahan jaman, dengan penghormatan atas sejarah di saat bersamaan,” tambahnya.
Menurutnya, kedua hal tersebut penting agar masyarakat Indonesia semakin memahami jati dirinya, sehingga dapat terkoneksi secara bermartabat dalam pergaulan komunitas global.
Ditambahkan Hendrik, konsep “Indonesia Friendly” melalui Sarinah sejalan dengan kebutuhan bisnis khususnya pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Tantangan bagi UMKM, katanya, dipastikan akan lebih berat di masa mendatang ketika Asia Pasifik benar-benar telah menjadi kawasan perdagangan bebas.
Sebagai informasi, Indonesia ikut menyepakati komitmen Asian Pasific Economic Cooperation (APEC) yang menargetkan Asia Pasifik menjadi wilayah perdagangan bebas pada 2020. Komitmen tersebut disepakati pada APEC Ministrial Meeting ke-29, di Vietnam, awal November 2019 lalu.​
“Kita berharap konsep baru Sarinah nantinya bisa menjadi etalase terdepan pelaku UMKM untuk mengatasi sekian banyak kendala di bidang pemasaran, eksibisi, kesepakatan bisnis, permodalan, dan lain-lain,” ujar Hendrik.
UMKM memang punya potensi dan kontribusi luar biasa. Merujuk data Kementerian Koperasi dan UKM RI, saat ini diperkirakan terdapat 59.2 juta pelaku UMKM dengan 5.400 unit usaha. Dari jumlah unit itu, usaha Mikro menyerap sekitar 107,2 juta tenaga kerja (89,2%), Usaha Kecil 5,7 juta (4,74%), dan Usaha Menengah 3,73 juta (3,11%). Artinya secara gabungan UMKM menyerap sekitar 97% tenaga kerja nasional!
Kemenkop UKM juga melansir baru sebanyak 3,79 juta atau 3% UMKM yang telah memanfaatkan platform online dalam memasarkan produk-poduknya. Dengan demikian masih banyak dari mereka yang belum begitu kuat terkoneksi dengan pasar.
Potensi tersebut tentu, menurut Hendrik, perlu dukungan kebijakan yang konsisten dari semua pihak termasuk dari pemerintah.
“Pelaku UMKM pun perlu habitat atau ruang yang memungkinkan mereka mampu berinteraksi dengan pelaku bisnis lokal maupun global,” imbuhnya.
“Jadi Menteri BUMN sejatinya tidak sedang berniat membunuh saksi dari sekian sejarah dan kenangan yang tercipta di Sarinah. Ia justru mengembalikannya ke jati diri sesuai gagasan besar Soekarno, sekaligus mempersiapkannya sebagai ikon kemajuan masyarakat Indonesia di masa mendatang,” pungkasnya.