Minggu, 24 September 23

Tingginya Harga Komoditas dan Derasnya Investasi Membuat Kita Cepat Puas

Sebelumnya pada akhir 2015, Indeksberita.com telah mengeluarkan beberapa catatan ekonomi Indonesia sepanjang 2015. Dalam laporan itu kami berikan informasi pergerakan ekonomi kita dalam kacamata makro, yang kami olah dan berdasarkan data-data yang kami peroleh dari BPS dan dari beberapa lembaga otoritatif lainnya. Lihat http://www.indeksberita.com/jalan-terseok-dalam-arah-yang-tepat/

Pada bagian ini kami akan memberikan beberapa tambahan informasi penting mengenai faktor-faktor yang terjadi sebelumnya yang mempengaruhi situasi ekonomi di tahun 2015. Dan prediksi atas apa yang akan terjadi di tahun 2016, serta langkah-langkah antisipasi yang harus dilakukan untuk mengatasi persoalan yang terjadi, agar ekonomi tumbuh untuk meningkatkan peningkatan kesempatan kerja. Catatan ini kami olah dari pidato Menko Perekonomian Darmin Nasution, dalam pers gathering yang dilakukan di Cikarang pada 17 Desember 2015 lalu, yang dipermudah melalui transkrip yang kami terima dari tim komunikasi kemenko perekonomian, Heru Hendratmoko. Dari informasi tersebut dan beberapa tambahan informasi yang kami miliki, maka kami hadirkan catatan ini.

 

Lalai Mengembangkan Industri manufaktur

Kita semua tau bahwa faktor eksternal, mulai pulihnya ekonomi Amerika dan turunnya harga komoditas. Tapi sebenarnya tidak sesederhana itu. Ada kesalahan masa lalu saat Amerika mengeluarkan likuiditas besar-besaran dan menekan suku bunga dalam penyelamatan ekonominya, kita mengalami arus investasi dari luar yang besar, dan suplai atas dolar meningkat. Disaat bersamaan tahun 2007-2012 terjadi kenaikan harga komoditas (Batubara, CPO, Nikel dll), yang diperkuat dengan tumbuhnya ekonomi Cina, sehingga demand atas komoditas semakin tinggi. Contohnya batu bara, di periode tersebut harga rata-rata mencapai diatas USD 100/Mton. Puncaknya di tahun 2008 mencapai rata-rata USD 115,7/Mton dan sampai tahun 2012 rata-rata masih USD 102/Mton. Pada tahun 2013 menurun menjadi rata USD 87,4/Mton dan 2014 turun lagi mencapai USD 72,62, Komoditas lainnya juga mengalami trend yang sama.

 

Adanya booming investasi dari luar dan tingginya harga komoditas, membuat neraca perdagangan selalu surplus, membuat kita lalai dan cepat puas.

Itu yang ditekankan oleh Darmin dalam pernyataannya: “kalau kita boleh mengulang sejarah, periode itu semestinya dimanfaatkan untuk mendorong lahirnya industri manufaktur. Nah, kenapa tidak terjadi, karena pertumbuhan ekonomi kita sudah lumayan tinggi pada waktu itu, sudah di atas 6%”

Pada saat harga komoditas turun dan industri manufaktur tidak berkembang, tidak mungkin berharap dari upaya untuk mendorong ekspor, dalam rangka mengatasi perlambatan ekonomi. Mau meningkatkan ekspor komoditas, harga sedang jatuh. Mau mendorong ekspor hasil industri, basis industrinya kurang kuat. Maka langkah prioritas yang paling mungkin untuk mengatasi perlambatan ekonomi menurut Darmin Nasution adalah: belanja pemerintah dan menarik investasi asing. Dan ke dua hal itulah yang sering Jokowi minta untuk segera di selesaikan yaitu penyerapan anggaran pembangunan dan upaya menarik investasi asing untuk membiayai proyek infrastruktur.

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait