Kamis, 7 Desember 23

Tim ITS Surabaya dan Warga Lakardowo Lakukan Pengeboran Sampel Tanah di Sekitar Pabrik PT PRIA

Melalui bantuan dari tim Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, warga Desa Lakardowo Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto Jawa Timur, melakukan pengeboran sampel tanah di sekitar pabrik PT PRIA, tempat pengolahan limbah B3.

Pabrik pengolahan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) milik PT PRIA (Putra Restu Ibu Abad) ini berdiri sejak tahun 2010. Dan limbah B3-nya diduga telah mencemari lingkungan warga desa tersebut.

Direktur Ecological Observation and] Wetlands Conservation (Ecoton) Prigi Arisandi mengatakan, pengeboran sampel tanah di sekitar pabrik PT PRIA, dilakukan guna mengambil sampel tanah, dari mulai kedalaman nol hingga sepuluh meter “Sampel ini nanti akan diuji di laboratorium ITS, terkait komposisi material tanah yang ditemukan di setiap lapisan,“ kata Prigi, Selasa (2/1/2018).

Masih kata Prigi, sampel tanah itu akan diteliti lebih cermat di Laboratorium Mekanika Tanah dan Batuan, ITS Surabaya. “Pengambilan contoh tanah itu dilakukan mulai pertengahan Desember 2017, “ ucap Prigi.

Ia juga menyebutkan, pengambilan sampel tanah yang berjarak sekitar satu meter dari pabrik, dilakukan atas rekomendasi Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf dan kepala Dinas Lingkungan Provinsi Jawa Timur.

“Hasil dari uji lab di ITS Surabaya itu nanti sebagai pembuktian tidak adanya material limbah B3, yang selama ini telah membuat warga resah, dengan sumur mereka yang sudah tidak berfungsi, “jelas Prigi.

Hal yang sama juga disampaikan warga Desa Lakardowo Nurasim. Menurut ketua Penduduk Lakardowo Bangkit (Pendowo Bangkit) ini, langkah pengeboran dilakukan supaya pihak terkait tahu bahwa di lingkungan Desa Lakardowo telah terjadi pencemaran limbah B3 yang diakibatkan pabrik PT PRIA. Nurhasim juga menyampaikan, sebelum dilakukan pengeboran ini, warga Desa Lakardowo sudah melakukan berbagai langkah, termasuk mendatangi kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jakarta. Namun permintaan warga supaya KLHK segera melakukan pengeboran ditolak pihak pabrik.

“Kami sudah mengadu ke Komnas HAM. Pihak Komnas HAM sendiri atas aduan warga, sudah mendesak KLHK untuk segera melakukam pengeboran. Tapi, perusahaan keberatan dengan alasan harus ada hasil audit yang dilakukan KLHK,” jelas Nurhasim.

Selama dilakukan pengeboran, masih kata Nurasim, banyak ditemukan bekas plastik kemasan popok bayi yang belum hancur. Begitu pula ditemukan banyak jarum suntik alat medis lainnya.

Disebutkan Nurhasim, tekstur tanah dari hasil pengeboran berwarna hitam pekat dengan bau yang membuat perut mual. Ia juga menyampaikan, tanaman jagung yang tidak biasa terjadi, biasanya subur. Sejak berdiri pabrik daun banyak yang kering.

“Diharapkan, sampel ini dapat membuktikan pelanggaran yang dilakukan PT. PRIA, yang selama ini selalu dibantah. Warga ingin perusahaan ditutup segera jika benar terbukti bersalah,” tutur Nurasim.

Lahan warga Desa Lakardowo yang berlokasi di dekat pabrik PT PRIA. Akibat dari dugaan pencemaran limbah B3. Lahan yang asalnya subur, tanah menjadi tandus (Dok Ecoton).
Lahan warga Desa Lakardowo yang berlokasi di dekat pabrik PT PRIA. Akibat dari dugaan pencemaran limbah B3. Lahan yang asalnya subur, tanah menjadi tandus (Dok Ecoton).

Sementera itu Kepala Desa Lakardowo Utomo, menyambut baik dengan pengeboran yang dilakukan tim ITS Surabaya ini. Ia mengaku, sangat mendukung apa yang diharapkan oleh warga Desa Lakardowo, supaya segera selesai tuntutan warga terhadap penutupan pabrik PT PRIA.

“Jika persoalan perusahaan ini selesai, warga kami tidak akan pro dan kontra. Mereka akan kembali guyup seperti sedia kala. Yang membuat warga tidak rukun, ya pabrik ini, “ kata Utomo.

Utomo juga menjelaskan, selama ini banyak anak-anak terjangkiti penyakit dermatitis. Tapi, lanjut Utomo, dari hasil pemeriksaan yang selama ini dilakukan hasilnya belum maksimal.

Pengeboran selain mengambil sampel tanah untuk diuji di Laboratorium Mekanika Tanah dan Batuan ITS Surabaya, warga Desa Lakardowo bersama Ecoton juga mengambil contoh yang sama, akan diuji di laboratorium Black Smith Institute Jakarta. Manajer Riset Ecoton, Daru Setyo Rini mengatakan, uji laboratorium yang dilakukan Ecoton dan Pendowo Bangkit, bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya logam berat dalam tanah.

“Black Smith Institute punya alat, namanya XRF yang bisa mendeteksi kadar logam berat dalam tanah.” kata Daru.

Daru juga menjelaskan, hasil uji dari laboratorium ITS maupun Black Smith Institute itu nanti, akan dipresentasikan kepada Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur. Juga melibatkan perwakilan dari warga dan perusahaan juga diundang.

“Harapan kami, semestinya pemerintah sendiri yang akan mengambil tindakan. Pemerintah punya kewenangan melakukan pengawasan, penindakan, penegakan hukum, dan sanksi administratif,” ujar Daru.

Penanganan limbah B3, lanjut Daru, bukan kewenangan pemerintah pusat saja, tetapi juga pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Termasuk, melakukan sidak atau pemeriksaan, serta penindakan atau sanksi administratif bila terbukti melanggar izin maupun aturan lain.

“Perusahaan ini tidak memiliki izin penimbunan. Kalau terbukti, berarti melanggar Undang-undang nomor 32 Tahun 2009 atau PP 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3,” papar Daru.

Sebagaimana diketahui, ada dugaan pencemaran limbah B3 milik PT PRIA yang sudah berdiri sejak tahun 2010. PT PRIA baru dilengkapi izin perusahaan tahun 2014, setelah beberapa warga mengetahui sumur mereka tidak berfungsi dan melakukan tuntutan penutupan.

Warga yang terdiri dari Dusun Lakardowo, Kedung Palang, Sumber Wuluh, Sambi Gembol, dan Selang, sudah mendatangi berbagi instansi terkait, dari tingkat kecamatan hingga pusat. Manajer Development PT. PRIA Christine, tetap membantah bahwa perusahaannya melakukan pencemaran lingkungan warga Desa Lakardowo.

Ia beralasan, belum ada bukti yang mengarah pada tuduhan tersebut. “Waktu sidang di PTUN, warga yang menggugat tidak dapat membuktikan tuduhannya. Mereka memilih mencabut gugatannya pada 2014 lalu,” kata Christine, yang saat dihubungi, tetap mengungkapkan alasan sama.

Alasan lain yang tetap sama disampaikan Christine, kesimpulan hasil uji laboratorium dari KLHK. Menurutnya, hasil uji tersebut membuktikan bahwa pencemaran yang terjadi pada air sumur warga bukan dari PT. PRIA, melainkan aktivitas peternakan dan faktor alami batuan.

“Kalau pencemaran, seharusnya dengan bukti ini sudah cukup memuaskan,” ucap Christine.

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait