Debat Pasangan Calon (Paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bogor dengan tema “Memajukan daerah, mensejahterakan masyarakat” pada Sabtu (5/5/2018) petang masih menyisakan kontroversi, saat dalam debat tersebut Calon Walikota (Cawalkot) petahana Bima Arya menuding anggota DPRD kota Bogor menghambat kinerja walikota. Banyak kalangan yang menganggap Bima Arya lakukan kebohongan publik.
Tim Pemenangan Pasangan Calon (Paslon) Kepala Daerah Kota Bogor nomor urut 4, Dadang-Sugeng juga ikut angkat bicara. Disampaikan ketua timnya, Rusmiatiningsih, pihaknya menyesalkan dan sampaikan protes keras atas pernyataan Bima Arya bahwa ‘DPRD tidak menyetujui subsidi PDJT’ dan ‘DPRD tidak menyetujui anggaran untuk pembangunan RSUD tahap dua.
“Kami menilai pernyataan tersebut sangat tendensius, tidak berdasarkan fakta dan cenderung menyudutkan institusi DPRD Kota Bogor,” tukas politisi wanita Kota Bogor tersebut saat diwawancarai media online ini di gedung dewan, Selasa (8/5/2018).
Rusmiatiningsih balik menuding pernyataan Bima Arya terkesan memanipulasi fakta. Sebab, sebagai petahana, dia tahu yang terjadi adalah pelaksanaan proyek pembangunan gedung baru di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bogor senilai Rp72.784. 625.000 terhambat akibat gagal lelang.
“Mekanisme pelelangan tersebut sempat menuai polemik karena diduga janggal dan tidak transparan serta diduga kuat ada intervensi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang dekat dengan lingkaran kekuasaan. Bahkan pasca gagalnya lelang pembangunan gedung tersebut data di eproc.kotabogor.go.id langsung dihapus dan tidak bisa diakses publik,” lanjutnya.
Tak hanya samapai disitu, lanjut Ketia Tim Pemenangan Dadang-Sugeng, bahkan terjadi rotasi pejabat di lingkup Pemkot Bogor pada 21 Juli 2017 yang diduga kuat merupakan akibat dari gagal lelangnya proyek pembangunan gedung RSUD Kota Bogor Blok 3 tahap kedua. Bahkan dari 44 pejabat eselon III, ada dua pejabat di RSUD Kota Bogor yang dimutasi.
“Kami, di DPRD Kota Bogor telah merespon situasi tersebut melalui Komisi C yang melakukan rapat kerja dengan pihak RSUD Kota Bogor dan Unit Layanan Pengadaan (ULP) pada, Rabu (2/8/2017). Selanjutnya, Komisi C, kemudian mendorong untuk dilakukan pengajuan anggaran pada Tahun Anggaran 2018 dengan percepatan lelang pada November 2017. Namun, Pemkot Bogor justru tidak menganggarkan kembali karena tidak dimasukan di Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), sebagai rujukan dalam menyusun KUA PPAS yang menjadi ranah pihak eksekutif,” urainya panjang lebar.
Menyoal tudingan Bima Arya yang juga menyebut lemahnya kinerja dewan soal mangkraknya masjid agung dan PDJT Kota Bogor, kembali Rusmiatningsih menyampaikan sanggahan keberatan.
“Perlu diketahui bahwa pengadaan lelang barang dan jasa untuk kepentingan publik tersebut sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 beserta perubahan-perubahannya sepenuhnya manjadi kewenangan dan tanggung jawab pemerintah daerah yang teknisnya diatur melalui instrumen Peraturan Walikota (Perwali),” tuturnya.
Situasi yang sama, sambungnya, terjadi pada proyek pembangunan Masjid Agung Kota Bogor senilai total Rp 50 miliar yang pengerjaannya mangkrak hingga kini akibat gagal lelang. Dan, bahkan telah menimbulkan spekulasi adanya penyelewengan anggaran.
“Atas kejadian yang menyebabkan sisa lebih anggaran (SiLPA) pada tahun 2017 mencapai Rp 314 miliar tersebut Bima Arya lagi-lagi menyalahkan pihak lain, dalam hal ini kontraktor. Adapun terkait subsidi PDJT, parameter yang digunakan DPRD adalah dasar hukum perda yang mengikat yang akan digunakan sebagai payung hukum kebijakan penganggaran subsidi tersebut. Sehingga jika parameter ini tidak terpenuhi akan berpontensi terjadinya penyalahgunaan wewenang yang berakibat pada pelanggaran hukum, jadi bola sesungguhnya ada di Pemkot Bogor bukan di DPRD,” ucapnya.
Masih menurut Rusmiatingsih, legal audit penyertaan modal senilai Rp 5 milyar yang seharusnya diperuntukkan sebagai investasi usaha PDJT juga belum disampaikan oleh Walikota Bogor (Bima Arya) ke DPRD Kota Bogor.
“Sementara kaitan polemik gaji pegawai yang belum terbayarkan sesuai dengan Perda 5 Tahun 2017 menjadi tanggung jawab direksi dan pemilik BUMD, yakni Wali Kota Bogor hingga kini masih belum terselesaikan. Berdasarkan hal itu, dapat disimpulkan pernyataan Bima Arya dalam forum debat telah memuat kebohongan dan menyesatkan publik serta melecehkan DPRD Kota Bogor,” tandasnya. (ko)
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.