Rabu, 29 November 23

Tiap Tahun UMK Naik, Nasib Buruh Masih Nelangsa

KENDATI Upah Minimum Kota/ Kabupaten (UMK) selalu menjadi isu sentral setiap perayaan May Day dan terus menerus disuarakan para aktivis buruh. Namun, hal itu bukan menjadi jaminan nasib buruh bakal berubah. Seperti yang dialami 452 pekerja PT Muara Krakatau yang beralamat di Jalan Raya Tajur, Kota Bogor.

Terhitung sejak tanggal 14 Agustus 2015, para pekerja kontra dirumahkan. Tidak ada bekal upah atau tunjangan apapun yang diberikan perusahaan. Perusahaan garmen Penanam Modal Asing (PMA) dengan investor asal India ini diketahui memiliki catatan panjang soal pelanggaran. Salah satunya, upah buruh PT. Muara Krakatau yang jauh dibawah UMK juga tidak ditunaikan.

“Tidak ada order. Itu yang jadi pembenaran perusahaan. Dalih itu lah yang membuat ratusan pekerjanya tidak digaji sampai saat ini,” keluh pekerja PT Muara Krakatau, Narti (32) saat ditemui indeksberita.com, di kediamannya, Gang Rotan RT 01, RW 01, Kelurahan Sukasari, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor, Minggu (1/5/2016).

Tingginya harga sembako hingga kebutuhan sekolah meski Bahan Bakar Minyak (BBM) sudah turun, membuatnya harus mengakali hidup. Narti pun kini berjualan makanan ringan dengan menitipkan di beberapa warung sekitar tempat tinggalnya.

“Saya dan teman-teman sudah mengadukan hal ini kepada Komisi D DPRD Kota Bogor, Dinas Tenaga Kerja Sosial dan Transmigrasi (Disnakersostrans) Kota Bogor, tapi belum ada hasilnya,” kesalnya.

Janji manajemen yang membayar gaji pekerja pada 1 September 2015 lalu, hingga kini masih juga tak kunjung terealisasi. Tidak hanya itu, perusahaan juga disebutnya tidak membayarkan kewajiban iuran BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan. Padahal gaji karyawan setiap bulan dipotong untuk iuran.

“Kami tidak diberikan surat tertulis dari perusahaan sejak dirumahkan. Hak kami pun diabaikan,” tutur Narti dengan mimik muka sedih.

Tuntutan kenaikan UMK setiap tahun di satu sisi juga menimbulkan dampak terhadap iklim investasi daerah. Sebanyak lima perusahaan di Kabupaten Bogor pada 2015 lalu terpaksa tutup atau relokasi setelah keputusan penangguhan UMK 2015 ditolak Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Kelima perusahaan padat karya tersebut yaitu PT Harmoni Indah, PT Samudera Biru, PT Dianing Sari, dan PT Eurogate yang seluruhnya bergerak dalam sektor garmen. Sedangkan satu perusahaan lain, yakni PT Jalon yang memproduksi tas.
Dari lima perusahaan, hanya PT Samudra Biru yang direlokasi oleh pemiliknya ke Wonogiri, Jawa Tengah dengan alasan untuk menekan upah yang lebih murah. Sementara, empat perusahaan lain lebih memilih menutup pabriknya karena tidak mampu membayar upah pekerja sesuai UMK.
Dikabarkan, sebanyak 2600 terpaksa di PHK. Padahal, lima perusahaan tersebut merupakan perusahaan skala sedang hingga besar. Seperti Perusahaan PT Harmoni Indah menjadi perusahaan dengan jumlah karyawan paling sedikit, sekitar 200 orang. Sementara, PT Samudera Biru mempekerjakan sekitar 1.600 orang. Meski gulung tikar, namun lima perusahaan tersebut telah membayar pesangon kepada pekerjanya. (eko)

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait