Jakarta – Direktur Eksekutif Respublica Political Institute Benny Sabdo mengatakan, hukuman mati tidak akan bisa menimbulkan efek jera dan menekan angka kejahatan di Indonesia.
Ia menambahkan, kajian Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1998 dan tahun 2002 konsisten menunjukkan tidak ada korelasi antara penerapan hukuman mati dengan efek jera.
Di Amerika Serikat yang menerapkan hukuman mati, angka kejahatan juga tak mengalami penurunan. Sementara, di Kanada, angka kejahatan menurun meski negara tersebut tak menerapkan hukuman mati.
“Kanada adalah satu di antara 88 negara yang sudah menghapus pidana mati,” ujar Benny, melalui keterangan tertulisnya, Rabu (18/5/2016).
Benny juga menilai hukuman mati merupakan salah satu bentuk penghukuman yang tidak manusiawi dan melanggar hak asasi manusia (HAM).
Menurutnya, filosofi pemidanaan harus dimaknai sebagai pengakuan tentang keluhuran harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
“Pemidanaan tidak boleh mencederai hak-hak asasi manusia yang paling dasar, serta tidak boleh merendahkan martabat manusia dengan alasan apa pun,” ujarnya.
Indonesia telah memiliki berbagai instrumen hak asasi manusia, antara lain Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights.
“Karena itu, Indonesia harus konsisten menegakkan hukum hak asasi manusia,” tegasnya.
Saat ini, terdapat 30 negara yang masih mencantumkan pidana mati tapi menghentikan penerapannya. Indonesia termasuk dalam 68 negara yang masih menerapkan jenis pidana mati.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.