Selasa, 3 Oktober 23

Sukses KEPUH Hijaukan Hutan Mendiro

Jombang – Hanya berbekal kepedulian bahwa hutan gundul akan merusak lingkungan dan merugikan masyarakat. Itu hanya terjadi di Kelompok Pelindung Hutan dan Pelestari Mata Air (KEPUH) yang berada di Dusun Mediro, Desa Panglungan, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

Lembaga ini bertekad mengembalikan hutan seperti sedia kala, ditumbuhi berbagai tanaman produktif dan berbuah.

Tak tanggung-tanggung, mulai tahun 2010 kelompok ini terus berperan melakukan penanaman tanaman. “Apa yang kami lakukan hanya bentuk kepedulian. Tak ada yang lain, “ kata Ketua KEPUH, Wagisan, saat ditemui di rumahnya Dusun Mendiro, Selasa, (27/9/2016).

Masih kata Wagisan, awal mulanya hutan ini ditumbuhi banyak tanaman kayu, serta tanaman buah-buahan. “Terutama tanaman buah, oleh masyarakat biasanya dimanfaatkan,“ ucap Wagisan.

Hutan yang masuk dalam naungan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Carang Wulung, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur ini mengalami kerusakan dan menjadi gundul, akibat pembalakan liar yang terjadi pada tahun 1998-1999.

Pembalakan liar ketika itu, cerita Wagisan, tidak hanya dilakukan masyarakat sekitar, tetapi juga dilakukan oleh aparat. “Sebenarnya, warga masyarakat hanya menjadi korban saja. Artinya, masyarakat hanya bekerja menebang pohon, bukan pelaku. Kalau kita mau mengungkap sebenarnya dan jujur ada bos yang menyuruh,” kata Wagisan yang tidak bisa melupakan masa itu.

Kini melalui lembaga KEPUH, Wagisan berusaha memulihkan hutan. Bersama 10 orang yang tergabung dalam KEPUH. Wagisan melakukan penanaman bibit pohon buah-buahan dan pohon produktif lainnya pada lahan yang masih gundul.

Dia memandang bila kondisi ini dibiarkan, maka tidak hanya akan berakibat pada bencana lingkungan, namun juga mempengaruhi perekonomian masyarakat yang semula sangat bergantung pada hutan.

“Dulu waktu saya masih kecil. Masih kita jumpai durian berbuah lebat. Tapi sekarang jarang terjadi, karena semuanya dijarah orang. Banyak yang ditebangi sampai habis. Selain durian, juga nangka, kemiri, serta jengkol,“ tutur Wagisan.

Salah Satu Kegiatan anggota KEPUH dalam memantau satwa di hutan Dusun Mendiro (Supriyadi)
Salah Satu Kegiatan anggota KEPUH dalam memantau satwa di hutan Dusun Mendiro (Supriyadi)

Melalui gerakan penanaman hutan, Wagisan berpendapat bahwa keberadaan pohon-pohon berkayu akan mampu menahan serta menyimpan air, mencegah bahaya longsor dan banjir bandang. Bukan hanya itu, debit air yang sempat hilang akan kembali.

Untuk memenuhi kebutuhan penanaman itu, secara mandiri Wagisan bersama anggotanya, melakukan pembibitan tanaman buah, dan perawatan dari penyiraman hingga monitoring tanaman agar tidak ada yang melakukan perusakan.

Awal merintis KEPUH, Wagisan hanya melakukan pembibitan 10.000an bibit tanaman untuk buah-buahan dari 40 jenis tanaman.

“Semua kami lakukan sendiri, swadaya masyarakat. Tidak ada bantuan dari siapa pun, termasuk pemerintah,” tandas Wagisan.

Hal ini juga diakui Wakil Ketua KEPUH, Tumariono, bahwa berkiprah dalam kegiatan sosial ini, harus benar-benar dibarengi kesungguhan penuh ketulusan dan keikhlasan. “Kalau bukan itu sebagai pijakan, pasti tidak akan jadi apa-apa. Kita tidak akan mendapatkan air bersih, “ ucap Tumariono.

Kini, selama 4 tahun terakhir ini, sambung Tumariono, masyarakat di Dusun Mendiro tidak mengalami kekurangan air. “Bisa kita lihat air sudah melimpah, tanpa harus menggunakan pompa air. Pompa airnya ya tentu pohon yang ditanam, “ jelas Tumariono sambil menunjukkan saluran pipa air yang menuju ke rumah-rumah penduduk.

Tumariono juga bercerita, bahwa dirinya pernah bertengkar dengan tetangga gara-gara berebut sumber mata air yang debit airnya hanya sedikit memercikkan aliran. “Sekarang hal itu tidak pernah terjadi lagi. Untuk memenuhi kebutuhan akan air, untuk ternak dan lading sudah tercukupi, “ ungkap Tumariono.

Dusun-Mendiro
View hutan Dusun Mendiro, Desa Panglungan Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang, Jawa Timur yang belakangan banyak dikunjungi waisatawan (Supriyadi)

Untuk memenuhi kebutuhan air itu, beberapa tempat sumber utama mata air. Mereka melakukan penanaman pohon. Seperti di Petung Pecut dan Sumber Gintung. Masyarakat menanam aneka tanaman kayu, ada kayu bendho, durian, kemiri, trembesi, gondang, pucung, juga bambu apus dan bambu petung.

Melalui konservasi yang mereka dilakukan, KEPUH bersama masyarakat tidak hanya mengembalikan kondisi hutan seperti semula, tapi juga ikut menjaga satwa serta ekosistem yang ada sebelumnya.

Berbagai macam satwa yang masih tersisa, mereka juga berusaha untuk melindungi. “Sekarang kita sudah mulai menemui lutung, kancil, kijang, berbagai jenis burung, bahkan masih terlihat macan kumbang,” kata Wagisan.

Sementera itu, aktivis lingkungan dari Telapak Jawa Timur, Amiruddin Muttaqien mengungkapkan, keberadaan KEPUH merupakan bentuk contoh partisipasi yang dilakukan masyarakat dalam menjaga dan melindungi hutan.

Setidaknya, kata Amir, aktivitas KEPUH harus mendapat perhatian dari berbagai pihak, terutama pemerintah dalam hal ini pemangku kepentingan hutan Perhutani dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).

“Seharusnya memang di hampir semua hutan itu ada kelompok-kelompok seperti yang dilakukan KEPUH ini, yang sudah menjadikan hutan ini lebih bagus, terjaga, terawat, mata airnya terus mengalir dan bisa dimanfaatkan oleh semua masyarakat yang ada di hulu maupun di hilir,” tutur Amir.

Amir menilai, sangat penting menjaga hutan melibatkan seluruh lapisan masyarakat, meskipun sudah ada Perhutani dan LMDH atau lain sebagainya. Karena, menurut Amir, kalau mau berpijak pada amanat Undang-Undang Pokok Kehutanan 1967 dan Undang-Undang Kehutanan 1999, disebutkan hutan untuk kesejahteraan rakyat.

“Penjagaannya tidak dilakukan oleh kelompok tertentu saja, “ tukas Amir. “Siapa pun bisa dan boleh menurut undang-undang itu, “ imbuh Amir.

Amir pun beralasan, karena setiap hari masyarakat berinteraksi di hutan dengan berbagai ikatan emosional dan ekonomi yang terkandung di dalamnya. Fungsi hutan baik secara ekologi maupun ekonomi inilah, yang menjadikan hutan sebagai ekosistem yang harus dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat.

Saat ini hutan di Dusun Mendiro sudah mulai menghijau dan lebat. Bahkan sudah menjadi daya tarik wisatawan lokal dan mancanegara, baik untuk tujuan rekreasi maupun studi lingkungan. Bahkan tidak sedikit kelompok pelajar dan mahasiswa yang melakukan studi mengenai kehutanan, sekaligus melakukan aksi menanam pohon di hutan Desa Mendiro.

“Sekarang ini banyak kelompok masyarakat seperti pramuka, kelompok pemuda yang datang dan menanam disana, ditempat yang masih jarang pohonnya. Setiap kunjungan rata-rata kami siapkan 50-100 bibit untuk ditanam, dan tiap bulan selalu ada yang datang berkunjung,” pungkas Amir yang juga mengaku sejak berdiri KEPUH sudah melakukan pendampingan.

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait