
Nama Baiq Nuril Maknun seorang Guru Honorer di SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat mendadak viral.Usai Mahkamah Agung menghukum Baiq Nuril enam bulan penjara dan denda sebesar Rp500 juta di tingkat kasasi, atas kasus pelecehan seksual yang menimpanya, aksi solidaritas kepada Ibu dari tiga anak tersebut terus bermunculan, terutama di dunia maya.
Di situs penggalangan dana kitabisa.com, ada dua kampanye galang dana terkait kasus Baiq Nuril. Satu kampanye berjudul ‘Bantu Ibu Baiq Nuril Maknun 500 Juta’ diinisiasi oleh warga Yogyakarta bernama Budi Hermanto dan satu lagi berjudul ‘Bantu Ibu Nuril Membayar Denda Rp 500 Juta’ dibuat oleh Anindya Joediono . Kedua kampanye dibuat pada 14 November 2018.
Hingga Kamis (15/11) pukul 06.37 WIB, Budi Hermanto berhasil mengumpulkan dana Rp1.058.576, sedangkan dalam kampanye Anindya, terkumpul Rp75.709.371.
“Bagi saya, Baiq Nuril adalah korban UU ITE sehingga ia terhukum karena disangka melanggar. Ini tidak adil, Baiq Nuril harus dibantu untuk mendapatkan keadilan,” tulis Budi Hermanto seperti dikutip dari situs galang dana Kitabisa.com.
Tak hanya penggalangan dana, para netizen juga membuat petisi online untuk mendukung perjuangan Baiq Nuril. Regional Coordinator Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) Damar Juniarto memulai petisi berjudul ‘Bebaskan Ibu Nuril dari Jerat UU ITE #SaveIbuNuril’ di situs change.org.
Kasus yang membuat Baiq Nuril tersangkut masalah hukum sendiri berawal sekitar tahun 2012. Kala itu Nuril yang menjadi Guru Honorer di SMAN 7 Mataram mendapatkan telephone dari seseorang berinisial M yang tak lain adalah Kepala Sekolah tempat ia mengajar.
Dalam perbincangan sekitar 20 menit tersebut, hanya sekitar 5 menit M membahas masalah pekerjaan. Selebihnya, justru M menceritakan pengalaman seksualnya bersama seorang wanita yang bukan isterinya dan menurut pengakuan Nuril di Persidangan, kata-kata M cenderung melecehkan Nuril.
Nuril pun merasa jengah, pasalnya tak cukup sekali ketika M menelephone dirinya dan pada tiap pembicaraan Nuril merasa terganggu dan merasa dilecehkan melalui verbal. Tak hanya itu, orang-orang di sekitarnya pun menuduhnya memiliki hubungan gelap dengan M.
Merasa semakin tak nyaman, Nuril pun berinisiatif merekam pembicaran antara M dengan dirinya dengan salah satu tujuan ingin membuktikan bahwa ia tak memiliki hubungan special dengan M. Namun ketika ia membicarakan rekaman tersebut kepada Imam Mudawin salah seorang rekan kerjanya, rekama itu oleh Imam justru disebarkan ke Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Mataram.
Merasa tidak terima aibnya didengar oleh publik, M pun lantas melaporkan Nuril ke polisi atas dasar Pasal 27 Ayat (1) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Setelah diproses dan melewati persidangan, Pengadilan Negeri Mataram memutuskan Baiq tidak bersalah dan membebaskannya dari status tahanan kota.
Kala itu Pengadilan Negeri Mataram melalui majelis hakim yang dipimpin Albertus Husada pada 26 Juli 2017, dalam putusannya menyatakan bahwa hasil rekaman pembicaraan Baiq Nuril dengan H Muslim, mantan Kepala SMAN 7 Mataram yang diduga mengandung unsur asusila, dinilai tidak memenuhi pidana pelanggaran Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Dari fakta persidangan di pengadilan tingkat pertama, majelis hakim menyatakan bahwa tidak ada ditemukan data terkait dengan dugaan kesengajaan dan tanpa hak mendistribusikan informasi yang bermuatan asusila. Melainkan yang mendistribusikan hasil rekaman tersebut adalah Imam Mudawin, rekan kerja Baiq Nuril Maknun saat masih menjadi tenaga honorer di SMAN 7 Mataram.
Jaksa Pemuntut Umum merasa keberatan dengan keputusan Hakim dan mengajukan banding hingga kasasi ke Mahkamah Agung. Dan pada 26 September 2018, Mahkamah Agung melalui majelis kasasi yang dipimpin Hakim Agung Sri Murwahyuni menjatuhkan vonis hukuman kepada Baiq Nuril selama enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.
Dengan kepututusan tersebut, Majelis kasasi Mahkamah Agung menganulir putusan pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Mataram yang menyatakan Baiq Nuril bebas dari seluruh tuntutan dan tidak bersalah melanggar Pasal 27 Ayat 1 Juncto Pasal 45 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Baiq Nuril pun terus berjuang mendapatkan keadilan. Pada Kamis (15/11/2018), Nuril menulis surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo agar membantunya dalam mendapatkan hak keadilanya. Dalam surar yang juga menjdi viral tersebut, Nuril mengadu kepada Jokowi bahwa putusan MA tersebut sangat menggores keadilan baginya.
“Saya minta keadilan, kepada Bapak Presiden, bebaskan saya dari jeratan hukum. Saya tidak bersalah. Saya minta keadilan yang seadil-adilnya,” tulisnya.
Hingga berita ini diturunkan, simpati dari para netizen terus berdatangan di lini masa media sosial. Kendati tak sedikit yang mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo tak mungkin mencampuri proses hukum, namun mereka juga melayangkan kecaman kepada Hakim Agung Sri Murwahyuni atas keputusanya yang dinilai telah merobek keadilan dan kemanusiaan.
Para Aktivis Kemanusiaan pun ramai-ramai melayangkan kecaman kepada Hakim Sri Murwahyuni. Rata-rata mereka menyayangkan keputusan tersebut terlebih Hakim yang menjatuhkan vonis kepada Baiq Nuril juga seorang perempuan. Bahkan Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea menyatakan siap membantu Baiq Nuril secara prodeo karema menurutnya Nuril adalah wanita yang malang dalam keadilan sehingga wajib dibela.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.