Sidang perdana pembubaran organisasi Jamaah Anshorut Daullah atau JAD berlangsung pada hari Selasa (24/7/2018), di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam sidang pembubaran JAD tersebut, Kejaksaan meminta Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, agar menyatakan organisasi dibawah kepemimpinan Zainal Anshori alias Qomaruddin bin M. Ali tersebut sebagai organisasi terlarang.
Jaksa Penuntut Umum Heri Jerman seusai sidang mengemukakan alasanya bahwa dalam undang-undang terorisme diatur apabila ada suatu organisasi yang bisa membahayakan masyarakat bisa diminta untuk dilarang.
“Kami dakwa adalah JAD sebagai korporasi, sebagai organisasi atau korporasi dan organisasi yang bisa membahayakan masyarakat bisa diminta untuk dilarang,” ujar Heri.
Dalam hal ini menurut Heri, jaksa mendakwa JAD dengan Pasal 17 ayat (1) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 sebagaimana telah direvisi menjadi Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
“Sementara itu, vonis berupa pelarangan sebuah organisasi atau korporasi dalam Pasal 18 ayat (3) UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,” imbuh Heri.
Sebagaimana diketahui, dalam ayat tersebut dinyatakan bahwa Korporasi yang terlibat tindak pidana terorisme dapat dibekukan atau dicabut izinnya dan dinyatakan sebagai korporasi yang terlarang.
Menurut Heri, penetapan JAD sebagai organisasi terlarang nantinya akan membubarkan anggota yang telah bergabung dalam kelompok tersebut. Dan setelah JAD dinyatakan sebagai organisasi terlarang, maka siapapun yang yang yang terlibat dapat dipidana dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
“Itu ada salah satu pasal yang menyatakan apabila masih ada ikut menjadi anggota organisasi terorisme dinyatakan terlarang maka dia bisa dipidana,” tandasnya.
Dalam sidang yang juga menghadirkan lima anggota JAD yang merupakan terpidana terorisme tersebut, sedikitnya 180 anggota Polisi yang terdiri dari anggota Brimob hingga penembak jitu disiagakan untuk mengawal jalanya sidang.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.