Berlokasi di Jalan Batutulis, Kelurahan Batutulis, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Istana Batutulis terkesan ‘asing’ ditengah lalu lalang kendaraan dan aktivitas warga sekitar. Bangunan yang dinamakan Hing Puri Bima Cakti ini, dari sejumlah informasi yang dirangkum menyebutkan, pernah menjadi tempat pengasingan sang Proklamator RI, Bung Karno semasa era rezim Orde Baru berkuasa.
Dulunya, istana dengan luas lahan 3,8 hektar itu dikuasai pemerintah Orba. Tetapi, saat Reformasi lahir, di masa pemerintahan Presiden Abdurrahaman Wahid, tepatnya 17 Agustus 2000, istana itu dikembalikan kepada keluarga Bung Karno. Belakangan, dikabarkan, Megawati Sukarnoputri kerap menghabiskan libur akhir pekan di istana tersebut.
Bangunan yang dibangun pada tahun 1965 dan berada di lembah Gunung Salak, ditepi Sungai Cisadane ini dikelilingi pemandangan indah. Halaman istana dihiasi berbagai jenis tanaman yang diselingi patung-patung perunggu koleksi Bung Karno. Kolam-kolam ikan masih terlihat tertata apik. Di lokasi itu, ada juga pendopo dan bangunan lain untuk ajudan. Didalam bangunan induk, dikabarkan terdapat empat kamar tidur, ruang meditasi dan ruang bawah tanah.
“Keberadaan Istana Batutulis memiliki sejarah panjang. Bahkan ada yang menyebutkan bangunan ini berada tepat di mana Kerajaan Pajajaran dulu berada. Tapi, sayangnya hingga saat ini belum cukup bukti,” ujar budayawan yang juga sejarawan Bogor, Dadang H Padmadiredja (50) kepada indeksberita.com, Minggu (16/5/2016).
Kembali Dadang melanjutkan, versi sejarah tercatat Istana Batutulis ini dibangun oleh orang Belanda bernama Van Riebeeck sekitar tahun 1704.
“Riebeek saat itu diutus pemerintah Belanda untuk mengamati Gunung Salak yang meletus tahun 1699. Berdirinya Istana Batutulis juga disimbolkan Riebeek sebagai tanda Gunung Salak sudah aman. Nama Batutulis sendiri merupakan ide Bung Karno. Dia begitu terpesona dengan bangunan di kaki Gunung Salak ini. Bung Karno pun sering berada di Istana Batutulis,” tuturnya.
Bahkan, semasa akhir hidup Proklamator RI, Soekarno pernah menitipkan pesan agar dimakamkan di lingkungan Istana Batutulis.
“Bung Karno disebut-sebut dulu pernah menulis pesan ingin dimakamkan di lokasi Istana Batutulis bila meninggal. Namun pada masa Orde Baru, Presiden Soeharto melalui Keppres No 44 Tahun 1970 memilih Blitar sebagai tempat dimakamkannya Bung Karno,” sebut Dadang.
Keterangan Dadang juga dibenarkan Rahmat Heryana (50). Pemuda yang mengaku lahir dan bertempat tinggal di lingkungan Batutulis itu mengatakan, sosok karismatik yang belum terkalahkan yang dimiliki Indonesia pernah menginginkan untuk dimakamkan di Istana tersebut. Sayangnya, beberapa warga sekitar yang banyak tahu Istana Batutulis semasa era Bung Karno belakangan ini banyak yang sudah meninggal. Namun, menurut cerita dari mulut ke mulut, Bung Karno tidak pernah absen blusukan ke perkampungan dilingkungan Istana Batutulis hanya untuk bersilaturahmi atau sekedar jalan-jalan pagi menengok warga.
“Dulu memang Bung Karno menginginkan untuk dimakamkan di lingkungan Istana Batutulis. Hanya, pemerintahan Orde Baru saja saat itu khawatir dan akhirnya menolak,” ujarnya.
Diceritakannya, saat zaman orde baru, Istana Batu Tulis masih milik pemerintah dan masih dibuka untuk umum. Namun, saat zaman Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Istana Batu Tulis diserahkan kepada keluarga Soekarno.
“Sejak itulah, Istana Batu Tulis tak lagi dibuka untuk umum dan penjagaan terhadap Istana pun terlihat sangat ketat,” ungkapnya.
Sementara, Sigit (68), warga yang bertempat tinggal tak jauh dari pemandian Batu Tulis menambahkan, semasa kecil dirinya kerap main di Istana Batutulis. Dan, menurut keterangannya, tempat pemandian tersebut dulunya sering digunakan Bung Karno.
“Saat itu, semasa kepemimpinan Bung Karno, Istana Batutulis terbuka untuk umum. Di tempat itu ada kamar-kamar, ada kolam, kabarnya juga ada ruang bawah tanah,” tutupnya. (eko)