Kamis, 30 November 23

SELAMAT JALAN IBU ANI

Kepergian selalu menyisakan luka dalam kesendirian. Seketika, semua momori masa lampau kembali terbuka. Namun apadaya, manusia hanya bisa berdoa. Bukan saja keluarga atau kerabat yang ikut berduka. Seperempat bagian bangsa turut dalam hisak lara.

Tuhan selalu punya cerita dibalik suasana duka. Tanpa melebih-lebihkan, sedikit banyak kita merasakan lara berkabung keluarga Cikeas.

Mungkin saya bukan siapa-siapa. Atau, bukan apa-apa untuk berbicara banyak hal-ihwal seputaran duka. Tapi, saya manusia biasa, yang punya orang tua, dan keluarga. Begitu sedih, disaat anggota keluarga yang begitu kita cinta, pergi kedunia fana.

Banyak juga yang bilang, tak perlu melebih-lebihkan orang yang sudah tiada. Semua sorot media meliput duka, karena itu Istri Kepala Negara Republik Indonesia ke-6.

Sekilas, satir itu bisa ada benarnya. Tetapi, jika seksama ditelusuri. Situasinya tidak sesederhana yang diucapkan.

Bagi saya, Ibu Ani bukan sebatas seorang istri. Atau, ibu dari dua orang lelaki yang berpolitik. Jika, kita hendak meluaskan definisi fungsi.

Dalam kasak-kusuk elit, cerita ini sudah lama dipahami. Tetapi, banyak juga publik luas yang tidak mengerti peran-peran strategis Ibu Ani dalam membantu tugas kenegaraan Pak SBY.

Sebagai seorang istri, Ibu Ani bukan saja sebatas teman hidup Pak SBY. Keluesannya berinteraksi, Ibu Ani membantu Pak SBY dalam berkomunikasi, membangun gagasan dan mendidik kader Partai Demokrat untuk melayani gugus-tugas kenegaraan.

Ibu Ani, adalah figur penting dibalik pasang-surutnya Partai Demokrat. Ketika, Pak SBY menjabat. Sesuai dengan porsinya sebagai ‘Ibu Negara’, Bu Ani mengabdikan diri melampaui batas normal. Artinya, banyak hal yang menjadi problem-problem kenegaraan dirinya ikut turun dalan proses solusi penyelesaian.

Jika kemudian, banyak orang yang mengatakan Ibu Ani “abuse of power”, posisi itu tidak bisa diaudutkan kepada dirinya an sich. Itu adalah konsekwensi logis dari, ganda-jabatan Pak SBY sebagai Presiden sekaligus Ketua Umum Partai secara bersamaan.

Ketika saat itu, pola ganda-jabatan menjadi realitas politik. Maka, bentuk-bentuk inisiatif Bu Ani sebagai Ibu Kepala Negara disatu sisi, tapi juga Istri Ketua Umum disisi lain menjadi begitu tipis demarkasi fungsionalnya.

Ibu Ani, punya kelebihan yang tidak dimiliki Pak SBY. Salah satunya, adalah atraktif-komunikatif dan keibuan. Sifat ceria, selera tinggi dan sadar berpakaian. Membuat dirinya punya kelas sendiri dalam pusaran politik Indonesia. Tanpa banyak dibincangkan orang, Ibu Ani juga kerap mengambil porsi “keputusan politis” yang diputuskan secara otonom. Tanpa, merujuk sebelumnya kepada sang suami.

Sifat keibuan, yang sudah tentu tak dimiliki sang Suami, adalah nilai yang penting dalam kehidupan politik berpartai.

Seorang teman yang turut berkeringat mendirikan Partai Demokrat, pernah mengkisahkan. Bahwa, sosok Ibu Ani menjadi tempat berlindung dari “anak-anak” Demokrat, yang kena teguran oleh Pak SBY. Tanpa perlu saya sebutkan satu-per-satu. Masih banyak tokoh nasional Partai Demokrat yang menikmati ‘perlindungan’ Ibu Ani dalam melakukan manuver politik.

Ibu Ani, Mengantarkan Pemilu Yang Sah, Demokratis dan Partisipatoris

Ditengah perjuangan Ibu Ani melawan kanker, dia pun tak luput dalam jangkauan situasi politik nasional.

Jika kita ingat, beberapa waktu setelah Ibu Ani diboyong ke Singapore. Pak SBY mengeluarkan statement penting; bahwa kader Partai Demokrat akan fokus dalam perjuangan elektoral-parlemen. Tandanya, perjuangan pilpres bukanlah yang prioritas.

Saya menduga, keputusan penting Pak SBY juga dengan mempertimbangkan segala aspek. Termasuk, pendapat Ibu Ani.

Simbolik kedua, beredar sebuah foto Ibu Ani dan Mas Ibas (Edhie Baskoro Yudhoyono). Ibu Ani, memberikan tangan jempol dalam foto, yang tersebar oleh Netizen. Seraya, satu simbol dan dukungan politik kepada pasangan 01 Joko Widodo – Ma’ruf Amin. Perlu kita ingat, setelah foto itu beredar banyak elit Partai Demokrat yang semakin berani menunjukan dukungan kepada paslon 01.

Terbaru, adalah pertemuan Mas Agus (AHY) dengan Pak Jokowi, sebelum dan setelah Pilpres. Bagi simbolik elit Nasional, pertemuan ini dimaknai bahwa keluarga Cikeas mendukung Paslon 01. Meskipun, kendaraan Partai Demokrat diparkirkan mendukung Paslon 02. Kendatipun, secara Instruksi Partai tidak ada arahan mendukung Paslon 01.

Pak SBY Harus Kuat, Serta Titipkan AHY Ke Presiden Jokowi

Biasanya, suami yang ditinggalkan istri jauh lebih berat dari pada sebaliknya. Itu kira-kira pameo yang kerap terlontar dari para duda tua. Dengan segala pretensi maskulinitas, ternyata lelaki lebih rapuh dari perempuan untuk soal seperti ini.

Sekarang, Pak SBY menjadi figur tunggal di gelanggang Partai Demokrat. Sebagai seorang Godfather Partai Demokrat, dirinya juga harus piawai mengantikan peran ‘sang Ibu’ ditengah suasana pengelolaan partai.

Anak-anak yang kini kerap dimanjakan Ibu Ani, bisa berprilaku nakal sebagai cara mencari perhatian. Dan, inilah titik dimana Pak SBY akan semakin berat dalam mengelola Partai. Bukan bermaksud, mengukur kemampuan Pak SBY dalam segi kepemimpinan. Tetapi, menihilkan peran-peran Ibu Ani dalam membangun partai juga sesuatu yang naif.

Pak SBY harus kuat, ditengah komposisi golongan oportunis semakin tebal dalam lapisan Partai Demokrat. Pak SBY juga harus kuat, dalam menghadapi realitas perginya Ibu Ani di Sisi Allah SWT. Hanya ketulusan, serta keikhlasan yang bisa dipanjatkan. Pak SBY juga harus ingat, mengantarkan AHY sebagai kader terbaik Partai Demokrat kedepan pintu gerbang pengabdian bangsa dan negara.

Rasanya, Pak Jokowi salah satu orang yang tepat dijadikan bapak asuh AHY. Berbekal pangkat Mayor, pengaruh dukungan militer rasanya belum cukup maksimal. Maka, AHY akan lebih matang dan mantab dengan berbaju politisi sipil. Kesantunan AHY lebih tulus dalam pertemuan dengan Pak Jokowi. Ketimbang, bertemu Pak Prabowo yang terkesan tegang. Keceriaan AHY juga lebih lepas dalam tukar pikiran dengan Pak Jokowi. AHY duduk sebagai orang yang menimba pengalaman. Ketimbang, ketika bertemu Pak Prabowo, yang  memposisikan AHY sebagai orang yang harus siap diperintah.

Sepertinya, Pak Jokowi juga tidak begitu sulit menerima AHY untuk ‘magang politik’ beberapa waktu kedepan. Kita bisa melihat, arah pembaharuan SDM yang menjadi misi utama Pak Jokowi dan Kiai Ma’ruf kedepan. Maka, bukan tidak mungkin periode ini menjadi momentum penting bagi AHY sebagai politisi sipil yang punya masa depan.

Menggabungkan dua kepemimpinan antara SBY dan Jokowi, mungkin salah satu do’a Ibu Ani kepada AHY. Satu sisi membangun intelektualitas dan mengedepankan diplomasi kelas tinggi. Disisi lain, ada ketulusan, kesantunan dan kerja ikhlas.

Selamat jalan Ibu Ani Yudhoyono, lintas hidup mu selalu menjadi bingkai inspirasi para kaum demokrat!!

Salam Hangat,

Medan. Minggu, 2 Juni 2019

 

Penulis : Abi Rekso Panggalih-Sekretaris Jenderal DPN Pergerakan Indonesia

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait