Rencana Menteri dan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mienral (ESDM) menerapkan sistem “gross split” untuk kontrak bagi hasil di sektor hulu minyak dan gas bumi, dinilai Seknas Jokowi bertentangan dengan UUD 1945 dan mengkhianati program Nawacita Jokowi, dimana Negara harus hadir dalam setiap sendi berkehidupan berbangsa dan bernegara termasuk dalam pengelolaan hulu minyak dan gas bumi.
Ketua Bidang Energi Seknas Jokowi, Tumpak Sitorus menegaskan, ada upaya-upaya dari pihak tertentu yang ingin menghilangkan kontrol dan peran Negara dalam pengelolaan strategis sumber daya alam Indonesia melalui penghapusan cost recovery dan menerapkan sistem bagi hasil dengan skema Gross Split.
Dalam kontrak kerja sama saat ini yang menggunakan skema Bagi Hasil dengan cost recovery, Negara dalam hal ini diwakili oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melakukan kontrol, pengawasan dan pengendalian, terhadap setiap rencana kerja dan anggaran yang dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) atau perusahaan minyak dan gas asing maupun nasional.
“Dengan sistem bagi hasil menggunakan cost recovery, Negara melalui SKK Migas bisa memaksa KKKS menempatkan dananya di bank BUMN, bisa memaksa KKKS mengurangi tenaga kerja asing, bisa memaksa KKKS menggunakan produk-produk Indonesia, bisa memaksa KKKS menggunakan produk pengusaha lokal, bisa memaksa KKKS menggunakan hasil petani lokal, bisa memaksa KKKS membantu mengembangkan kemampuan masyarakat lokal,” urai Tumpak dalam siaran pers, Rabu (7/12/2016) di Jakarta.
Hal itu, katanya, berbeda sekali dengan sistem bagi hasil menggunakan skema Gross Split dimana KKKS diberi kewenangan penuh mengelola sendiri rencana anggaran dan kegiatan tanpa dikontrol oleh Negara.
“Dengan demikian sistem pengelolaan hulu migas dengan skema Gross Split adalah upaya liberalisasi sektor hulu migas di Indonesia,” ujarnya.
Seperti diketahui, saat ini, Menteri dan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sedang berupaya membuat Peraturan Menteri ESDM untuk penerapan sistem bagi hasil dengan skema Gross Split untuk diberlakukan di dalam pengelolaan hulu minyak dan gas bumi di Indonesia.
Tumpak lebih lanjut menjelaskan perbedaan kontras antara pengelolaan hulu migas dengan kontrak bagi hasil skema cost recovery, sebagai berikut:
“Seknas Jokowi menolak tegas penerapan skema bagi hasil dengan sistem Gross Split karena bertentangan dengan Nawacita Jokowi. Ini sama saja dengan penghinaan dan pengkhianatan terhadap Presiden Jokowi,” tegasnya.
Seknas Jokowi, kata Tumpak, meminta Menteri dan Wamen ESDM tidak menjalankan kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai dengan Nawacita.
“Kami ingin melanjutkan Pemerintahan Jokowi hingga tahun 2024, sehingga kami ingin memastikan bahwa pembantu-pembantu Presiden sudah paham dengan langkah dan arah kebijakan Jokowi seperti tertuang dalam Nawacita,” pungkasnya.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.