Seknas JOKOWI mengapresiasi terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 1 thn 2017 beserta Peraturan Menteri turunannya yakni Permen No. 5 dan No. 6 tahun 2017 tentang pemberian kelonggaran ekspor mineral mentah yang dimurnikan dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.
Menurut M. Yamin, Ketua Umum Seknas JOKOWI, Presiden Joko Widodo sekali lagi menunjukkan jati dirinya sebagai Kepala Negara yang secara sungguh-sungguh menegakkan kedaulatan negara dalam pengelolaan sumber daya alam.
“Kecerdasan dan ketegasan Presiden Jokowi diimplementasikan oleh Ignasius Jonan Menteri ESDM dan Wakilnya Arcandra dalam PP No.1/2017 yang diikuti dengan lahirnya Permen No.5 dan No.6/2017 mengenai ekspor dan pemurnian minerba. Ini adalah kebijakan yang sangat ditunggu pengusaha tambang yang sudah lama tidak bisa mengembangkan usaha ekspor minerba,” kata Yamin kepada indeksberita di Jakarta, Senin (16/1/2016).
“Jonan adalah seorang CEO yang sudah teruji prestasinya ketika menjadi Dirut KAI dan konsiten sebagai sosok yang berani mengambil keputusan ketika menjadi Menteri Perhubungan. Tak salah Presiden Jokowi menugaskannya di ESDM berpasangan dengan Archandra,” sambung Yamin.
Bagi Yamin, tujuan diterbitkannya PP ini adalah selain membuat negara lebih berdaulat, juga untuk menciptakan lapangan kerja, mendukung pertumbuhan ekonomi terutama di daerah dan menyegarkan iklim investasi. Dan yang terpenting Indonesia sedang berusaha menuju kemandirian ekonomi sebagaimana Tri Sakti dan Nawacita.
Bagi Seknas JOKOWI, kelonggaran ekspor mineral mentah dengan beberapa persyaratan sebagaimana yang diumumkan Menteri ESDM Ignasius Johan dengan tiga persyatan yang harus dipenuhi agar perusahaan tambang dapat mengekspor mineral dalam bentuk konsentrat adalah ide yang cerdas.
Pertama, perusahaan tambang yang memiliki Kontrak Karya (KK) harus mengubah izinnya menjadi IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) jika ingin mengekspor dalam bentuk konsentrat mineral. IUPK berlaku selama lima tahun dan dapat diperpanjang, maksimal sebanyak dua kali. “Apakah ini wajib? Tidak wajib. Kalau mau Kontrak Karya terus, tidak apa-apa. Jadi kalau mau ekspor produksi yang sudah dilakukan pemurnian, tidak ada masalah,” ujarnya.
Kedua, perusahaan tambang yang memiliki IUPK “wajib membangun smelter” dalam waktu lima tahun. Pemerintah akan melakukan evaluasi setiap enam bulan untuk memeriksa perkembangan pembangunan smelter. “Kalau sengaja tidak membuat (smelter), memolor-molor, dicabut rekomendasi ekspornya,” lanjut Yamin.
Ketiga, perusahaan tambang juga wajib melakukan divestasi hingga 51% secara bertahap dalam waktu sepuluh tahun. “Kepemilikan pemerintah dengan divestasi 51% sehingga (sesuai dengan) semangat pasal 33 Konstitusi yang mengamanatkan: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Sementara itu, Osmar Tanjung, Sekjen Seknas JOKOWI, mengatakan bahwa kedaulatan energi sepantasnya dapat dicapai dalam 5 tahun ini. PP No.1 tahun 2017 adalah langkah awal dalam mengurai carut marut problem dan pengembangan dalam minerba kita.
“Presiden Jokowi, Jonan, dan Arcandra saya harap dapat menjalankan prinsip three musketeers: One for all, All for One,” kata Osmar.
“PP No.1 tahun 2017 dapat dijadikan momentum untuk “meluruskan yang bengkok” dalam pengembangan minerba kita di masa datang,” pungkas Osmar.