Selasa, 26 September 23

RTRW Dilanggar Sumbang Kemacetan Bogor

BOGOR – Meski sebelumnya sudah ada payung hukum Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor yang berlaku tahun 2011-2031. Namun, dalam waktu dekat RTRW Kota Bogor akan kembali dilakukan revisi. Disebut-sebut, hal itu dilakukan karena banyaknya bangunan yang berdiri bukan pada tempatnya.

“Ya, payung hukum RTRW memang akan dilakukan revisi. Bisa jadi, karena banyak berdirinya bangunan yang melanggar, dan hal itu sudah berlangsung lama,” kata anggota Komisi C, DPRD Kota Bogor, Budi saat diwawancarai indeksberita.com, baru-baru ini.

Jika merujuk pada RTRW yang sudah ada, ada pembagian zonanisasi lima wilayah pelayanan (WP) menyangkut pusat perkembangan kota, komersial, wisata, dan pusat tujuan lainnya. Namun, ironisnya ketentuan itu malah tidak berjalan.

“Salah satu contoh, di kawasan Tajur, sepanjang Sungai Cibalok, itu semestinya merupakan kawasan hijau. Kecamatan Bogor Selatan, juga sudah ditetapkan sebagai area resapan air. Tapi, faktanya, belakangan banyak bangunan yang berdiri. Saat ini, RTRW masih dalam pembahasan. Pasca RTRW selesai nantinya, akan berlanjut dibuat Rencana Detil Tata Ruang (RDTR),” tuturnya.

Pada bagian lain, semrawutnya tata kelola kota dinilai Ketua GMNI Bogor Raya, Desta Lesmana ikut menyumbangkan kemacetan sehingga Kota Bogor dinobatkan sebagai peringkat dua dunia sebagai lalu lintas terburuk setelah Kota Cebu, Filiphina.

“Kemacetan Kota Bogor sejatinya bukan hanya disumbangkan PKL, angkot atau tidak tertibnya pengendara jalan. Namun, dibalik itu, salah urus tata kota juga salah satu faktor yang membuat timbulnya kemacetan. Tegasnya, obral izin beridirnya bangunan komersial yang dilakukan pemkot membuat kemacetan di banyak titik,” kritik Desta.

Merebaknya 16 hotel baru, lanjutnya, dibarengi hadirnya 15 rumah sakit swasta baru, ditambah Ramayana Mal yang diresmikan Walikota Bogor di kawasan Tajur, tidak jauh dari Sungai Cibalok, beberapa waktu lalu juga membuat kemacetan.

“Problem macet di Kota Bogor itu bukan karena masyarakat. Tapi, kepala daerah yang salah membuat kebijakan serta melakukan kekeliruan tata kelola kota dengan mengabaikan zonanisasi RTRW sehingga Kota Bogor kini populer di dunia dengan sebutan kota macet,” tandasnya.

Sebagai informasi, pada perda RTRW terdahulu sudah terbagi zonanisasi WP. WP A meliputi kegiatan perdagangan, kegiatan perkantoran, kegiatan MICE (meeting, insentif convention, exibhition), pengembangan agribisnis, dan perumahan kepadatan rendah. Juga, meliputi pengendalian perkebangan kegiatan perdagangan dan jasa, revitalisasi kawasan stasiun Bogor dan sekitarnya, serta peremajaan kawasan permukiman.

WP B meliputi wilayah kegiatan perdagangan, hotel dan sarana akomodasi, rumah sakit regional, pengembangan kawasan wisata, serta perumahan kepadatan rendah.

WP C meliputi pengembangan pasar induk, pembangunan sentra elektronik, dan pengembangan perumahan.

WP D meliputi kegiatan perdagangan, kegiatan perkantoran, kegiatan jasa akomodasi dan perhotelan, serta wisata kuliner. Dalam RTRW juga diuraikan mengenai rencana transportasi mengenai pengembangannya.

Dalam perda RTRW sebelumnya, pasar tradisional tidak hanya terkumpul di pusat kota, sehingga arus barang, orang, dan kendaraan tidak lagi terpusat di pusat kota. (eko)

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait