JAKARTA – Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjoyanto, menilai proses revisi UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK yang kini sedang dibahas di Badan Legislasi DPR, bertentangan dengan dua Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sekaligus, yakni Ketetapan MPR No. 8 Tahun 2001 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, serta Tap MPR No. 8 Tahun 2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Penilaian itu disampaikan Bambang pada Forum Media Partai Solidaritas Indonesia (PSI), bertajuk “Kenapa Tolak Revisi UU KPK?”, di Kedai Tempo, Jakarta, Rabu (17/02/2016).
Bambang selanjutnya menuturkan, semangat kedua ketetapan itu jelas sekali meletakkan pemberantasan korupsi sebagai agenda nasional.
“Untuk mengubah undang-undang terkait isu itu, MPR harus mengubah dua ketetapan itu terlebih dahulu,” ujarnya.
“Sekarang, melalui revisi UU yang akan melemahkan KPK, DPR justru seperti mau membuat undang-undang yang semangatnya melindungi korupsi. Sekalian saja deklarasikan orde reformasi sekarang ini sebagai orde korupsi,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia, Grace Natalie mengungkapkan, menilai revisi UU KPK sebagai bentuk pengkhianatan terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Partai politik seharusnya berdiri satu barisan dengan rakyat dan kekuatan masyarakat sipil dalam isu pemberantasan korupsi,” tandas Grace.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) FH UGM, Zainal Arifin Mochtar mengungkapkan, bahwa revisi UU KPK adalah persoalan politik, bukan hukum.
“Secara hukum, jelas tidak ada urgensinya sama sekali. Usulan revisi DPR terkait sejumlah pasal UU KPK juga tidak ada yang baru. Isunya masih seputar isu lama seperti tentang dewan pengawas, penyadapan, atau soal SP3,” ujar Mochtar.
Ia bahkan curiga, telah terjadi barter antara UU KPK dengan UU Pengampunan Pajak, antara DPR dan pemerintah.
Sebagaimana diketahui, rancangan revisi UU KPK itu menurut rencana akan dibahas pada Sidang Paripurna DPR RI, Kamis (18/02),
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.