Jakarta – Pembahasan revisi Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) akan difokuskan pada pasal 27 ayat 3 yang mengatur perbuatan pidana agar masyarakat terlindungi dari tindak pidana penghinaan melalui ITE.
Wakil Ketua Komisi I Asril Hamzah Tanjung menegaskan, revisi undang-undang ITE perlu menjadikan hak asasi seseorang sebagai acuan dan pijakan. Asril menambahkan, perubahan undang-undang itu akan diusahakan agar dapat berlaku selama mungkin.
“Disana kita masukkan unsur HAM nya lebih tegas, bukan untuk melindungi HAM nya si penulis atau pengirim berita, tapi juga orang lain yang terkena. Seperti kita lihat di pasa 45 b, hukumannya sampai 12 tahun dan dendanya 2 milyar,” ujar Asril di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (22/4/2016).
Asril menambahkan bahwa perkembangan IT kan tidak bisa distop, akan maju terus. “Berdasarkan itulah UU kita bikin bagaimana selama mungkin, walaupun nanti direvisi lagi tidak apa-apa,” katanya.
Politisi Partai Gerindra itu mengatakan, pihaknya menerima banyak sekali pengaduan dari masyarakat termasuk juga dari anggota dewan. Asril mengharapkan, perubahan undang-undang ITE dapat menjawab keluhan dan aduan masyarakat mengenai pencemaran nama baik dan penghinaan melalui media internet.
“Bagaimana kalau kita dibully, bisa tidak IT ini mencegah, kan gitu. Jadi memang kita mencoba memasukkan saran-saran masyarakat yang baik, yang kira-kira bisa masuk di UU IT ini,” ujarnya.
Kesepakatan itu menurut Asril merupakan hasil Rapat Kerja antara Komisi DPR dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Rabu (20/4).
Pada kesempatan itu, Menteri Kominfo Rudiantara mengatakan, perubahan dimaksudkan agar undang-undang ITE lebih melindungi masyarakat. Karena itu, menurutnya, pemerintah memfokuskan pada aturan yang mengatur hukuman pelaku pidana.
Rudiantara menambahkan, pemerintah menghendaki usulan tindak pidana penghinaan melalui ITE adalah delik aduan.
“Delik aduan itu adalah harus ada orang yang mengadu. Bahwa ini saya terkena katakanlah pencemaran nama baik. Untuk menjamin bahwa dipastikan ada orang yang dirugikan dari pencemaran nama baik tersebut,” kata Rudiantara.
“Jadi dua itu, pasal 27 ayat 3 dan delik aduan. Terus ada pasal-pasal lain, tapi lebih menyesuaikan kepada alignment dengan KUHP,” tambahnya.
Rudi mengatakan lebih lanjut, bingkai dari revisi undang-undang ITE ini bukan membuat undang-undang baru, tetapi hanya merevisi pasal-pasal tertentu, agar ini bisa lebih melindungi kepentingan masyarakat.