Dalam rangka Reses Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada akhir Maret lalu, anggota DPD dari daerah pemilihan Sumatera Barat, Jeffrie Geovanie, mengundang beberapa aktivis pemuda Sumatera Barat yang tergabung dalam Sumbar Muda Center untuk berdiskusi terkait sejumlah isu mutakhir di provinsi tersebut. Topik yang jadi pembahasan diskusi tersebut adalah kejadian bencana alam yang menimpa Kab. 50 Kota belum lama ini yakni banjir dan longsor di Kec. Pangkalan dan Kapur IX.
Benni Inayatullah, Staf Ahli Jeffrie Geovanie, membuka diskusi dengan memaparkan temuan-temuan terkait dengan bencana alam tersebut antara lain adanya indikasi kerusakan alam di hulu sungai Batang Maek dan Batang Kapur. Bencana banjir yang menimpa kawasan Pangkalan dan Kapur IX ini menurut Benni adalah bencana yang bisa diprediksi.
Beberapa tahun terakhir banjir terjadi setiap tahun dan seharusnya pemerintah daerah bisa memperkirakan dan mencari cara pencegahannya. Menurut Benni, dari hasil kunjungan ke lokasi banjir, penyebab utama banjir adalah beralihnya fungsi teknis lahan hutan menjadi lahan perkebunan seperti Sawit dan Gambir.
Beralihnya fungsi teknis resapan air ini justru mempercepat erosi dan hasil erosi ini membentuk sedimentasi pada Daerah Aliran Sungai termasuk mungkin di PLTA Kota Alam. Hal ini menyebabkan permukaan DAS Sungai Batang Maek dan Batang Kapur menjadi tinggi termasuk juga mungkin daerah tangkapan air PLTA Koto Panjang sehingga debit air menjadi tidak tertampung lagi.
“Hal ini perlu penanganan khusus oleh pemerintah provinsi Sumatera Barat dan Provinis Riau,” kata Benni.
Senada, Wali Nagari Durian Tinggi, Ardi Ekis, SH. Ardi Ekis mengatakan endapan lumpur dan pasir di Daerah Aliran Sungai Batang Kapur sudah tahap mengkhawatirkan. Menurutnya setiap tahun bisa bertambah ketebalan hingga 30 cm.
“Ini akibat erosi dari hulu sungai yang banyak perkebunan rakyat. Kita tak bisa melarang rakyat mengolah tanah ulayat mereka sendiri yang perlu kita lakukan adalah melakukan perawatan dan pengelolaan aliran sungai hingga dapat menampung debit air ketika musim hujan,” kata Ardi.
“Kami selaku pemerintahan Nagari sudah mengirimkan permintaan normalisasi sungai kepada Balai Konservasi Sungai,” tambahnya.
Peserta lain juga menyampaikan bahwa persoalan ini harus segera ditangani oleh pemerintah provinsi Sumatera Barat karena juga diduga terjadi aktivitas tambang galian C yang turut menyebabkan terjadinya longsor.
“Tambang galian C ini menurut informasi penduduk perlu juga diawasi dan dievaluasi apakah operasionalnya sesuai dengan izin yang diberikan pemerintah atau tidak. Bila ternyata ada pelanggaran maka pemerintah provinsi selaku pemberi izin harus ikut bertanggungjawab,” kata Arlan, salah satu peserta diskusi.
Selain itu, peserta juga menyoroti perlunya pemerintah Sumatera Barat bersama pemerintah Riau duduk bersama untuk mengawasi dan mengevaluasi keberadaan PLTA Koto Panjang yang telah beroperasi sejak tahun 1996.
“Banyak isu di masyarakat bahwa keberadaan PLTA ini juga turut mempengaruhi kondisi banjir dan perlu diselidiki dan dikaji apakah Standar Operational Prosedur PLTA sudah benar seperti ketepatan waktu membuka spillway (pintu air) serta perawatan daerah penampung air dari sedimentasi,” kata Ari Prima.
Di akhir diskusi peserta berharap persoalan banjir ini dapat diatasi segera dan meminta Jeffrie Geovanie selaku anggota DPD RI dapat memperjuangkan aspirasi mereka dengan menjalin koordinasi bersama pemerintah provinsi Sumatera Barat, Pemerintah Daerah Kab. 50 Kota serta kementerian terkait.