Selasa, 5 Desember 23

Reforma Agraria “Presiden tak perlu nunggu Perpres”

JAKARTA – Janji pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla untuk melaksanakan Reforma Agraria hingga saat ini masih belum jelas. Meskipun program itu sudah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Rencananya, Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) yang akan diredistribusi meliputi 9 juta hektar. Lahan tersebut ditargetkan berasal dari dalam kawasan hutan seluas 4,1 juta hektar, Hak Guna Usaha (HGU) kadaluwarsa atau tanah terlantar seluas 0,4 juta hektar, dan legalisasi aset seluas 4,5 juta hektar.

Belum adanya Peraturan Presiden (Perpres) disebut-sebut sebagai penyebab mandeknya pelaksanaan program tersebut. Padahal, Presiden Jokowi sudah memerintahkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk merumuskan Perpres dimaksud sejak setahun lalu.

Namun, belum adanya Perpres seharusnya tidak perlu membuat presiden menunda-nunda pelaksanaan program itu. “Presiden bisa menggunakan Undang-undang Pokok Agraria serta peraturan pemerintah, peraturan dan keputusan-keputusan presiden sebelumnya. Itu mestinya cukup untuk dijadikan payung hukum”, kata pengamat Pertanian dan Agraria, Syaiful Bahari, di Jakarta, Senin (11/01/2016).

Jika memang betul-betul tergantung Perpres, Presiden Jokowi mestinya segera meminta Kementerian ATR/BPN menuntaskannya, lanjutnya.

“Sayangnya, kita mendengar bahwa Kementerian ATR/BPN telah mentenderkan perumusan Perpres tersebut dan pemenangnya sebuah PT. Prosesnya seperti berada di ruang gelap,” ujar Syaiful.

Menurutnya, prosedur kebijakan seperti itu aneh dan mengada-ada. Pelibatan kementerian dan lembaga-lembaga negara serta masyarakat sipil terkait mestinya jadi prioritas Kementerian ATR/BPN . Dengan begitu, proses kebijakan publik ini bisa lebih terbuka dan mudah diawasi oleh banyak pihak.

“Ingat, reforma agraria bukan sekedar janji politik Jokowi-JK. Tapi merupakan mandat konstitusional. Jadi, mari segera berhenti main-main dengan nasib puluhan juta petani dan masyarakat miskin,” kata Syaiful.

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait