Quick Count (hitung cepat) Pemilu 2019 yang dilakukan oleh LSI Denny JA sudah mencakup data 100 %, hasilnya menunjukan bahwa pasangan calon presiden Joko Widodo-Maruf Amin unggul telak dengan selisih 2 digit atas pasangan calon presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Hasil quick count tersebut juga menunjukan bahwa tingkat golput terendah dalam sejarah Pemilu Presiden era reformasi.
Hal tersebut dikatakan oleh Denny JA pendiri lembaga surveh ini hari ini di Jakarta. Denny menjelaskan, quick count LSI Denny JA mencapai data 100 persen, setelah data dari tempat pemungutan suara (TPS) di Pegunungan Papua telah masuk, ke sistem hitung cepat.
“Data telah lengkap 100%. Kami harus menunggu TPS di pegunungan Papua karena secara random TPS itu salah satu yang terpilih,” ujar Denny JA, pendiri LSI, di Jakarta, Sabtu (20/4).
Denny menjelaskan, berdasarkan hasil quick count yang dilakukannya, pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Jokowi-Maruf memperoleh 55,71% suara, sedangkan pasangan calon presiden Prabowo-Sandi memperoleh dukungan suara sebesar 44,29%. Dari hasil tersebut maka pasangan calon presiden Jokowi-Maruf Amin unggul dengan selisih 11,42% dibanding rivalnya Prabowo-Sandi.
Keunggulan 2 digit (diatas 10 persen) tersebut, menurut Denny, bisa disebut dengan kemenangan telak. Dan selisih kemenangan tersebut diatas selisih kemenangan Jokowi-Jusuf Kalla atas Prabowo-Hatta Rajasa di Pemilu 2014.
“Selisih kemenangan Jokowi atas Prabowo pada Pemilu 2019 melampaui selisih kemenangan Jokowi atas Prabowo pada pemilu sebelumnya di 2014,” ujarnya.
Hasil quick count LSI juga menunjukan bahwa Jokowi menang di 20 provinsi, sedangkan Prabowo merebut 14 provinsi. Adapun kemenangan penting Jokowi terletak di provinsi besar Jawa Timur dan Jawa Tengah, sedangkan Prabowo masih bisa unggul di Jawa Barat.
Selain perolehan suara masing-masing capres/caaapres, hasil quick count juga menemukan besarnya tingkat golput pada pemilu kali ini. Menurut perhitungan LSI, mereka yang tidak menggunakan hak pilihnya tergolong sangat rendah, yakni hanya 19, 24%. Padahal selama pemilu sebelumnya di era refirmasi, mereka yang tidak menggunakan hak pilihnya antara 25-20 persen.
“Ini adalah tingkat golput terendah dalam sejarah Pemilu Presiden era reformasi. Sebelumnya, pada Pilpres 2004, 2009, dan 2014, golput sekitar 25-30%,” imbuhnya.
Tingginya tingkat kompetisi di kedua kubu calon presiden/wakil presiden, dan keinginan kuat pendukung masing-masing calon, dianggap sebagai penyebab tingginya tingkat partisipasi.
Denny kemudian menegaskan bahwa lembaganya sudah melalukan 200 quick count, dan belum pernah sekali pun berbeda dengan hasil peritungan KPU. Walau demikian dia mengingatkan agar masyarakat tetap menunggu hasil perhitungan resmi dari KPU pada tanggal 25 Mei mendatang.
“Hasil KPU yang akan kita ikuti. Namun, KPU secara resmi baru mengumumkan pada 22 Mei,” pungkasnya.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.