Sesuai dengan salah satu program Nawacita untuk membangun dari pinggiran, daerah perbatasan seharusnya jadi perhatian serius oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Selama ini, daerah perbatasan lebih banyak diperlakukan seperti halaman belakang, bukan teras depan Indonesia. Sehingga pembangunan di wilayah-wilayah tersebut seringkali terabaikan.
Bahkan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, setidaknya ada 21 desa di perbatasan yang tersebar di Kecamatan Lumbis Ogong, terancam dicaplok Malaysia.
Berbagai upaya terus dilakukan masyarakat di sana untuk menjaga kedaulatan NKRI. Kemarin, Rabu, 14 September 2016, sejumlah warga dari berbagai elemen masyarakat Nunukan melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi II DPR di Jakarta.
“Tujuan kami ke sini untuk memohon kepada pemerintah agar segera menyelamatkan kami,” ungkap Busiau, Kepala Desa Sumantipal, kepada anggota DPR.
Saaat ini, setidaknya dua persoalan yang timbul yang membuat 21 desa itu menjadi kawasan outstanding boundary problems (OBP).
Pertama, ada perbedaan persepsi antara Indonesia dan Malaysia di lapangan terkait Agreement 1915 (Belanda-Inggris). Yaitu, pada segmen Sei Semantipal, Sei Sinapad, titik B2700-B3100 dan Pulau Sebatik.
Kedua, ketidaksepakatan tim survei RI dan Malaysia di lapangan pada titik C500-C600.
Busiau mengatakan, pemerintah Indonesia seharusnya segera mewujudkan daerah otonomi baru (DOB) Kabudaya yang meliputi kawasan tersebut untuk menghindari pencaplokan wilayah desa menjadi kawasan Malaysia.
DOB yang akan dinamakan Bumi Dayak Perbatasan (Kabudaya) itu lantaran secara geografis menuju Ibu Kota Kabupaten Nunukan memakan waktu dua hari.
Busiau mengungkapkan, sebanyak 21 desa itu saat ini tengah dibujuk agar mau bergabung dengan Malaysia. Iming-imingnya antara lain berupa bantuan kewarganegaraan ganda, bantuan rakyat 1Malaysia (BR1M), infrastruktur, beasiswa pendidikan dan layanan kesehatan dari pemerintah Malaysia.
“21 desa ini dihadapkan dengan persoalan ketimpangan wilayah dan kesenjangan kesejahteraan,” katanya.
Menurut Busiau, jika soal ini tidak segera diselesaikan maka warga disana sangat mungkin terdorong untuk bergabung dengan Malayasia. Untuk itu, pihaknya perlu mendorong pemerintah menyetujui pembentukan DOB Kabudaya Perbatasan.
Sementara, Ketua Umum Aliansi Masyarakat Sipil Untuk Indonesia Hebat (Almisbat), Teddy Wibisana mengatakan pada saat ini, keutuhan NKRI lebih terjamin jika ada kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat Indonesia.
“Dalam otonomi, inisiatif, gagasan, dan keterlibatan masyarakat terjamin. Hal-hal tersebut merupakan modal untuk membangun kesejahteraan dan keadilan,” paparnya.
Dua puluh satu desa tersebut ialah Sumantipal, Labang, Ngawol, Bulu Laun Hilir, Lagas Panas, Tantalujuk, Bokok, Tambalang Hulu, Kuyo, Langgason, Tau Lumbis, Tetagas, Mamasin, Duyan, Bulu Laun Hulu, Tuntulibing, Kalisiun, Lepaga, Kabungolor, dan Sibalu.