Minggu, 24 September 23

PT PRIA Membantah Cemari Lingkungan dan Rekayasa Hasil Lab

Mojokerto – Disebut-sebut penduduk Desa Lakardowo Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto JawaTimur, bahwa limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang dikelola PT Putra Restu Ibu Abadi (PRIA) mencemari lingkungan desa setempat, Direktur PRIA Luluk Wara Hidayati bergeming.

Usai menemui anggota DPRD Provinsi JawaTimur pada Senin, (19/9/2016), Luluk mengatakan PT PRIA tetap menjalankan aktivitasnya, meski penduduk sekitar menuding telah terjadi pencemaran lingkungan.

“Apalagi perizinan yang kami miliki sudah lengkap dan hasil lab juga lengkap, termasuk surat dari KLHK yang menyatakan air bawah tanah di perusahaan kami tidak bermasalah. Maka perusahaan kami tetap menjalankan aktivitas sebagaimana prosedur yang ada, ” kata Luluk.

Selanjutnya dia mengatakan, pencemaran limbah B3 yang dituduhkan penduduk Desa Lakardowo merupakan langkah kedaluarsa. Menurut Luluk, analisis air tanah yang dimiliki dari empat sumur penduduk dan di lokasi PT PRIA, hampir semua parameter masih di bawah baku mutu.

Dalam pernyataan yang tak jauh beda di berbagai kesempatan, baik kepada media massa, di depan anggota legislatif maupun BLH,  Luluk selalu mengacu Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor: 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang syarat- syarat dan pengawasan kualitas air.

“Kecuali nitrat di Dusun Sumber Wulung dan Dusun KedungPalang yang tinggi dan melebihi baku mutu,” ungkap Luluk, yang juga menyebutkan bahwa kadar nitrat di dua dusun itu melebihi baku mutu yang ditetapkan antara 25,5 mg/1 dan 14,1 mg/1.

“Dengan kadar nitrat yang tinggi di dalam air minum itu, memang dapat menyebabkan terganggunya sistem pencernaan manusia,“ tutur Luluk.

Sebagaimana diketahui, penduduk Desa Lakardowo memperjuangkan kebutuhan air bukan sekadar kualitas air bersih dalam memperoleh hak atas air. Menurut cerita penduduk, Desa Lakardowo dikenal sebagai desa berbukit dan banyak tumbuhan dari berbagai macam pepohonan atau berkayu lainnya. Tentu saja air pun melimpah. Penduduk sangat mudah untuk memperoleh sumber mata air untuk kebutuhan mandi, cuci, dan minum dengan cara membuat sumur. Namun sejak awal tahun 2013, air sumur mereka sudah tidak berfungsi, seiring dengan beroperasinya perusahaan limbah B3 PT PRIA.

Menanggapi hal ini, Ketua Tim Advokasi Penduduk Desa Lakardowo Daru Setyo Rini mengatakan, mestinya pihak PT PRIA tidak usah berlebihan dengan menggunakan Permenkes itu sebagai acuan. “Kita tetap berpijak pada fakta. Faktanya di DesaLakardowo air sumur penduduk sudah tidak berfungsi. Ini kesalahan siapa?, “ kata Daru dengan nada bertanya.

Disebutkan pula, banyak hal yang penuh rekayasa terkait pencemaran limbah B3 PT PRIA ini. Salah satu yang mencolok adalah surat yang ditandatangani Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, MR Karliansyah.

Surat Nomor: 5-163/PPKL/PPA/SET-1/8/2016, tanggal 8 Agustus 2016 dinilai Daru, banyak kejanggalan dan meragukan. “Begitu surat tersebut dikirim ke email Ecoton (LSM yang mendampingi penduduk), kita langsung menolak,“ ucapDaru.

Masih kata Daru, surat yang menyatakan telah dilakukan kajian dan pengambilan sampel di lapangan, kemudian diuji di Laboratorium BLH Jawa Timur penuh kebohongan. “Selama ini tidak ada berita acara bahwa ahli yang ditunjuk KLHK turun kelapangan, lalu tiba-tiba memutuskan membuat kesimpulan tidak ada pencemaran. Itu kan aneh!“ kata Daru.

Dia pun menyakini, bahwa persoalan limbah B3 PT PRIA ini sengaja dibiarkan supaya penduduk teraniaya.“Ini sepertinya ada kesengajaan tiba-tiba ada kesimpulan dari dirjen dan dua ahli sebagai narasumber. Menurut kami bukan ahli yang berkompeten,“ ujar Daru.

Sekadar diketahui, dalam pembahasan analisis pemetaan air tanah dan air permukaan, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, menunjuk dua ahli Dr. Heru Hendrayana ahli dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogjakarta dan Ir Arief Sudradjat, Ph.D., IMP dari Institut Teknologi Bandung (ITB)

“Pakar tersebut adalah ahli di bidang manajemen sistem informasi, klimatologi dan sanitasi, sehingga keahliannya dianggap kurang sesuai untuk membuktikan pencemaran,“ kata Direktur Ecoton Prigi Arisandi.

Sebenarnya, kasus dugaan pencemaran limbah B3 PT PRIA ini, penduduk Desa Lakardowo pernah menuntut PT PRIA dan KLHK ke Pengadilan Tata Usaha Negera (PTUN) Jakarta. Tuntutan dilakukan empat penduduk desa dari Dusun Sumber Wuluh dan Dusun Sumber.

Namun tuntuntan yang sudah terdaftar di PTUN Nomor 109/5/2014/PTNU-JKT tanggal 1 Oktober 2014 kemudian dicabut oleh penduduk. Ketika itu, kata Daru Rini, penduduk masih belum siap dengan tekanan atau berhadapan dengan hukum.

“Ketika itu memang kita belum mengumpulkan bukti. Bukan berarti tidak punya bukti  kuat. Kini kita sudah menggandeng beberapa perguruan tinggi negeri di Surabaya dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya,“ ungkap Daru.

Perusahaan yang berjarak hanya 400 meter atau 65 meter dpl dari pemukiman penduduk tersebut dalam pantauan Indeksberita.com pada Sabtu(17/9/2016), tetap menjalankan aktivitas open dumping dan pembakaran limbah B3.

Sementara Head of Office PT PRIA Christine mengaku bosan menanggapi persoalan ini. “Kami sebenarnya mulai bosan dengan unjuk rasa masyarakat Lakardowo. Tapi pemilik perusahaan ingin kami tetap eksis karena kami tidak bersalah dan telah menjalankan perusahaan sesuai aturan yang berlaku,” kata Christine.

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait