Kamis, 28 September 23

PPP: Antara Koalisi dan Lemahnya Geo- Politik

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu Djan Faridz mewacanakan koalisi permanen dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk pemilihan kepala daerah serentak (Pilkada) di masa mendatang.

Namun, Wakil Sekretaris Jenderal PPP, Achmad Baidowi mengomentari wacana tersebut, menurutnya, wacana tersebut menunjukkan kelemahan pemahaman terhadap geo-politik di daerah.

“Mana ada koalisi permanen apalagi di Pilkada yang jelas berbeda arah dukungan di setiap daerah, sehingga itu menunjukkan lemahnya pemahaman geo-politik. Lucu juga karena bagaimana mau koalisi, legalitas saja tidak punya,” katanya di Jakarta, Jumat (21/10).

Baidowi menilai, pernyataan Djan tersebut tidak memiliki logika politik dan dianggap hanyalah ‘bunga-bunga’ politik dan mencari perhatian saja.

Oleh karena itu, dirinya yakin pemerintah tidak terpengaruh oleh manuver politik seperti itu karena pengesahan Menteri Hukum dan HAM atas Muktamar di Pondok Gede yang mengesahkan PPP di bawah kepemimpinan Romahurmuziy sudah sesuai peraturan perundang-undangan.

“Secara hukum tidak ada pintu masuknya untuk sahkan kepengurusan Djan Faridz karena ada fakta-fakta,” ujarnya.

Fakta-fakta tersebut, diantaranya, pertama, gugatan Djan yang menuduh bahwa Presiden, Menkopolhukam dan Menkumham telah melakukan perbuatan melawan hukum oleh penguasa atau “onrechtmatige overheids daad” dan menuntut ganti rugi Rp1 triliun serta disahkan kepengurusannya telah ditolak oleh PN Jakarta Pusat pada hari Selasa pekan lalu.

Kedua menurut dia, Djan Faridz telah mengubah sendiri akta notaris yang berisi kepengurusan PPP Romi yang disebut dalam Putusan MA dengan susunan kepengurusan baru.

“Hal tersebut telah menunjukkan secara sadar, Djan Faridz sendiri telah menganulir Putusan MA yang selama ini menjadi klaim keabsahan kepengurusannya,” katanya.

Dia menjelaskan fakta ketiga, Djan bukan pihak yang berperkara dalam Putusan MA tersebut sehingga secara hukum tidak bisa mengambil manfaat dari putusan MA tersebut yang notabene merupakan putusan perkara perdata.

Menurut Baidowi, prinsip hukum acara perdata kita adalah hanya pihak-pihak yang dimenangkan dan menjadi pihak dalam perkara tersebut yang bisa mengajukan eksekusi.

“Alasan keempat, bahwa telah ada proses islah sebelum Muktamar PPP di kawasan Pondok Gede bulan April lalu yang diikuti oleh Pak Suryadharma Ali dan Romahurmuziy sebagai pihak-pihak yang semula bersengketa,” ujarnya.

Sedangkan islah itu menurut Baidowi, termasuk di dalamnya semua pihak dalam perkara yang diputus MA, kecuali Dimyati Natakusumah yang sepakat untuk bermuktamar.

Sebelumnya, PPP kubu Djan Faridz mewacanakan untuk membangun koalisi permanen dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk pemilihan kepala daerah serentak (Pilkada) di masa mendatang.

“Jadi kami PPP sudah canangkan akan koalisi permanen dengan PDIP,” ujar Sekretaris Jenderal PPP kubu Djan Faridz, Achmad Dimyati Natakusumah di Jakarta, Rabu (19/10).

Dimyati mengatakan wacana itu muncul usai dukungan kepada bakal pasangan calon Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat di Pilkada DKI Jakarta 2017.

Menurut Dimyati, nantinya PPP akan mendukung setiap calon kepala daerah yang akan diusung PDIP.

Dimyati mengatakan, PPP dan PDIP merupakan kawan lama yang senasib seperjuangan sejak zaman orde baru. Hal itu ditambah lokasi kantor kedua partai yang saling berdekatan di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.

Pada pilkada serentak 2017, atau gelombang kedua, akan berlangsung pada 15 Februari 2017 dan digelar di 101 daerah. Sementara itu, gelombang ketiga pilkada serentak akan berlangsung pada 2018.

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait