Rabu, 22 Maret 23

Polri Tantang Untuk Menunjukan Bukti Kalau Aksi Teror Adalah Rekayasa

Adanya sejumlah pihak, terutama di media sosial yang menuduh adanya rekayasa dalam serangkaian aksi teror belakangan ini, Polri menantang pihak yang mengatakan hal tersebut agar dapat memberikan dan menunjukankan bukti kalau aksi teror adalah rekayasa.

“Kebebasan mengemukakan pendapat berbeda dengan menyatakan ‘hatespeech’ (ujaran kebencian). Polri tidak nyaman dengan cap rekayasa. Siapapun yang menyebutkan rekayasa, mana buktinya? ,” tantang Karopemnas Divhumas Mabes Polri Brigjen Pol Muhammad Iqbal di kantornya, Senin (21/5/2018).

Menurut Iqbal, Kepolisian sudah sangat detail dalam melakukan penyidikan. Mulai dari mengumpulkan seluruh alat bukti dan petunjuk dari tempat kejadian perkara. Kemudian memeriksa beberapa saksi guna membuat penyidikan lebih terang. Bahkan semua yang dikumpulkan polisi itu diuji hingga di persidangan.

“Sidang terbuka untuk umum, tidak ada ditutupi,” tegas Iqbal.

Iqbal meyakini bahwa merekayasa suatu perisitiwa teror bukanlah persoalan mudah. Apalagi sampai menimbulkan korban jiwa seperti di Surabaya.

“Kalau ada yang bilang rekayasa, sutradara sehebat apapun dari Hollywood, tidak bisa merekayasa kasus (kerusuhan) Mako Brimob, (kasus bom bunuh diri) Surabaya, Sidoarjo, Riau. Polri minta bukti siapapun yang menyampaikan bahwa itu (kasus teror) rekayasa. Mana buktinya?,” tandas Iqbal.

Iqbal mengungkapkan, beberapa pengguna media sosial (netizen) telah ditangkap oleh polisi karena menuliskan ujaran kebencian dan fitnah di media sosial terkait peristiwa bom bunuh diri yang terjadi dalam sepekan terakhir.

Beberara netizen yang saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka karena melontarkan fitnah dgn mengatakan aksi teror adalah rekayasa dan pengalihan isu adalah seorang PNS yang berprovesi sebagai Dosen dan seorang Satpam sebuah Bank di Sumatera Utara.

Iqbal berharap ini menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk bijak menggunakan media sosial. Sebab, sangat jauh berbeda antara mengemukakan pendapat dan menyatakan ujaran kebencian.

Polri menurut Iqbal tak segan-segan akan bertindak tegas terhadap para pengguna media sosial yang yang mengatakan aksi teror adalah rekayasa dari Kepolisiaan atau menyebut sebagai pengalihan isu tanpa disertai bukti.

Sebagaimana diketahui, serangkaian aksi teror menjelang Bulan Suci Ramadhan terjadi di beberapa wilayah. Pada Minggu 13 Mei 2018, tiga gereja yang ada di Surabaya dihantam bom bunuh diri yang dilakukan oleh sekeluarga yang membawa bom di tubuhnya.

Tak lama berselang, Mapolrestabes Surabaya juga dihantam bom bunuh diri dan tiga hari selanjutnya Mapolda Riau diserang oleh sekelompok teroris hingga menyebabkan seorang anggota Polri (Ipda Auzar) gugur karena ditabrak mobil yang dikendarai pelaku.
Eddy Santry

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait