Selasa, 21 Maret 23

Polemik tentang Kilang Blok Masela Dinilai Hambat Kepentingan Nasional

Jakarta – Sejumlah kalangan menilai polemik pengembangan Blok Masela yang berkepanjangan hingga saat ini bakal menghambat kepentingan perekonomian nasional dan masyarakat lokal.

Anggota Komisi VII DPR Dito Ganinduto, di Jakarta, Kamis (25/2) mengatakan, pemerintah sebaiknya tidak menunda lagi rencana pengembangan Blok Masela dengan skema kilang terapung (floating liquid natural gas/FLNG) sesuai yang direkomendasi SKK Migas dan sudah disetujui Kementerian ESDM.

“Ini untuk memastikan terealisasinya kontribusi proyek beserta efek gandanya untuk kepentingan perekonomian nasional dan lokal, serta pembukaan lapangan kerja baru,” ujarnya.

Menurut dia, perdebatan soal kilang terapung dan kilang darat sudah selesai pada Desember 2010, karena semua pihak sudah sepakat bahwa rencana pengembangan (plan of development/POD) Blok Masela menggunakan kilang terapung.

Jika rencana itu diubah, lanjutnya, maka Indonesia bakal kehilangan momentum untuk memperoleh nilai tambah dan manfaat pengembangan Blok Masela bagi kepentingan nasional.

“Kalau pakai skema darat pasti mulai dari nol lagi atau bahkan tidak akan lagi layak untuk dikembangkan karena menjadi tidak ekonomis,” tuturnya.

Dito juga mengatakan, bahwa sesuai regulasi keputusan pengembangan blok migas merupakan kewenangan penuh Kementerian ESDM sesuai rekomendasi dari SKK Migas.

Pendapat senada diungkapkan pengamat energi dari ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro. Dia juga menekankan pentingnya semua pihak untuk mendukung rekomendasi SKK Migas tentang penggunaan kilang terapung.

Menurut dia, Indonesia sedang merintis era industri migas berbasis maritim yang berdampak terhadap perekonomian di Indonesia Timur. “Proyek Masela ini menjanjikan untuk memberikan dampak berganda di masa mendatang,” ucapnya.

Wacana tentang proyek pengembangan Blok Masela yang berada di Kabupaten Maluku Tenggara Barat, itu sudah muncul sejak era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Atas permintaan pemerintah waktu itu, konsorsium perguruan tinggi yang terdiri dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Teknologi Surabaya (ITS), Universitas Gajah Mada (UGM), dan Universitas Indonesia (UI) kemudian melakukan studi tentang proyek tersebut.

Salah satu kesimpulan konsorsium itu antara lain menyebutkan, bahwa opsi kilang LNG terapung lebih baik dibandingkan darat. Hasil studi pada 2010 itu, kemudian menjadi dasar penerbitan rencana POD Masela.

Selanjutnya, pada 2015 lalu, pemerintah kembali meminta dilakukan kajian yang kali ini dilakukan oleh konsultan independen dari Amerika Serikat, Poten and Partners. Hasil kajian konsultan ini senada dengan kesimpulan konsorsium perguruan tinggi nasional pada 2010.

Nasib proyek pengembangan lapangan gas abadi Blok Masela masih terkatung-katung. Presiden Joko Widodo belum memutuskan apapun tentang proyek bernilai triliunan rupiah ini mengingat besarnya skala dan kompleksitas proyek gas Blok Masela..

“Sampai saat ini, Presiden Jokowi belum memutuskan metode pembangunan Blok Masela apakah offshore atau onshore. Presiden masih mengkaji seluruh aspek Proyek Masela,” kata Johan Budi kepada wartawan di Jakarta, Selasa (23/2/2016).

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait