Kamis, 30 November 23

Pihak Tak Bertanggung Jawab Sengaja Desain Propaganda Kebangkitan PKI

Jakarta – Stigma tentang kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) akhir-akhir ini santer terdengar. Beberapa pihak bahkan mengaitkannya dengan sejumlah kegiatan yang mempromosikan pengungkapan kebenaran peristiwa 1965, baik melalui film, diskusi, dan penerbitan buku.

Menurut Ketua Setara Institute, Hendardi, upaya itu diduga kuat merupakan desain pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mengadu domba masyarakat, menghalangi niat negara melakukan rekonsiliasi, dan membenarkan seluruh pembatasan dan persekusi kebebasan sipil.

“Penyebaran stigma PKI terhadap beberapa kegiatan telah membangkitkan kebencian orang pada upaya-upaya persuasif, dialogis, dan solutif bagi pemenuhan hak-hak korban peristiwa 1965,” tutur Hendardi kepada pers di Jakarta, Senin (9/5/2016).

Menurutnya, pengaitan seperti itu ganjil karena negara memiliki aparat intelijen yang bisa memberikan informasi akurat perihal fenomena di balik berbagai pembatasan dan persekusi atas kebebasan berekspresi, berpendapat, dan berkumpul yang dalam 3 bulan terakhir terus terjadi.

“Agak ganjil ketika TNI dan Polri merasa confirm bahwa PKI akan bangkit,” tambahnya.

Padahal, lanjutnya, kalangan awam pun sebenarnya ragu akan propaganda kebangkitan PKI, mengingat konstruksi ketatanegaraan Indonesia yg semakin demokratis.

“Di sisi lain, PKI sebagai sebuah partai juga mustahil bisa berdiri di Indonesia,” tegasnya.

Ia menilai, sikap TNI dan Polri yang turut mereproduksi propaganda tersebut menunjukkan bahwa intelijen mereka tidak bekerja.

“Atau bisa jadi justru pihak TNI adalah bagian dari kelompok yang melakukan penolakan atas upaya masyarakat sipil mendorong pengungkapan kebenaran,” ungkapnya.

Hendardi lebih lanjut mengatakan, bahwa situasi ini tidak produktif bagi praktik demokrasi dan pemajuan HAM.

“Apalagi pernyataan Menhan RI misalnya, bukan malah menyejukkan tapi malah menyebarkan kebencian dan memperkuat segregasi sosial,” katanya.

“Publik perlu tahu bahwa korban dari propaganda itu bukan hanya korban 1965 tetapi kebebasan sipil warga. Bahkan mereka yang tidak membahas soal PKI pun dipersekusi dengan stigma yg sama,” ujarnya lebih lanjut.

Ia selanjutnya menyarankan agar Presiden Joko Widodo segera bersikap soal rencana menyusun skema penuntasan pelanggaran HAM berat masa lalu.

“Sehingga dinamika dan kohesi sosial tidak rusak akibat propaganda-propaganda yang tidak berdasar,” pungkas Hendardi.

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait