Yogyakarta – Meski 25 Armada Trans Jogja (TJ) yang telah mengaspal sejak 27 Mei 2016 lalu, namun hal itu tidak menutup kekecewaan Direktur Utama PT. Anindya Mitra Internasional sebagai BUMD operator TJ Dyah Puspitasi terhadap rekan kerjasamanya, PT. Jogja Tugu Trans (JTT).
Dyah menjelaskan, kekecewaan tersebut timbul karena JTT sebagai konsorsium beberapa koperasi di DIY memiliki konflik kepentingan di antara anggotanya. Konflik tersebut mengakibatkan penurunan performa baik dalam manajerial dan kinerja hingga berujung pada keuntungan.
Terkait dinamika internal JTT, Dyah tidak mengetahui pastinya. Karena hubungan antara AMI dan JTT hanya sebatas manajerial Trans Jogja dengan hanya pembagian keuntungan di dalamnya. Sedangkan untuk keuntungan sendiri didapatkan dari target operasional dari operator.
“Kalau bicara soal keuntungan kita gak bisa berharap bahwa penyedia transportasi publik itu bisa untung besar. Untuk metode yang sekarang, dari Dishub kan hanya bayar servis (TJ) saja, jadi sudah bisa dihitung kan (pendapatannya /armada),” jelas Dyah saat ditemui di PT. AMI Jl. Janti, Km 4, Yogyakarta, Selasa (14/6).
“Gampangannya, bus itu kalau tahun pertama manis. Ketika sudah di atas tiga tahun dia butuh perawatan lebih. Nah di tahun-tahun pertama JTT bis agak saving untuk dua tahun terakhir (umur manfaat kendaraan adalah 5 tahun). Kalau gak bias ya sudah, hasilnya bias ditebak di samping konflik kepentingannnya” tambahnya.
Untuk ke depannya, bentuk kerjasama AMI dengan JTT akan dilanjutkan atau tidak, Dyah mengiyakan.
“Saya memanfaatkan momen ini untuk bisa merangkul JTT dalam hal manajemen. Kenapa saya perlu merangkul JTT, karena secara sosial-politis JTT itu paling aman untuk diajak kerjasama, karena dia merangkum beberapa koperasi. Tentunya kita gak bias meninggalkan sejarah. Kesediaan JTT bergabung menjadi operator juga membantu TJ bisa jalan, itu kita harus hargai”, pungkas Dyah.