Jakarta – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai, adanya kemudahan untuk mengakses game online oleh anak berkaitan erat dengan meningkatnya kekerasan anak. Hal itulah yang kemudian mendorong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk memblokir 15 game online yang dianggap paling mengancam anak-anak.
Rencana pemerintah itu mendapat dukungan penuh dari KPAI. Namun, kebijakan ini membuat sebagian kalangan terganggu dan berujung pada peretasan situs KPAI , Minggu (1/5/2016).
“Peretasan ini hakikatnya menjadi ancaman bagi penyelenggaraan perlindungan anak yang pada saat ini sangat dibutuhkan masyarakat,” demikian kata Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam Sholeh kepada pers, Senin (2/5).
“Belum lama ini, KPAI merilis tingginya kasus kekerasan anak yang sekaligus menjadi bukti bahwa isu perlindungan anak harus mendapat perhatian dari semua pihak. Banyak sebab mengapa kasus kekerasan anak meningkat, salah satunya adalah karena game online yang terlalu bebas diakses anak,” tambahnya.
Mengutip pendapat Profesor Akio Mori dari Tokyo’s Nihon University, Asrorun mengatakan, ada bahaya yang berat bagi anak dari kebiasaan memainkan game online. Menurut Akio, game online memberi dampak negatif pada aktivitas dan perkembangan otak anak. Setidaknya ada dua hal penting yang harus diperhatikan oleh semua pihak.
Pertama, anak-anak yang kecanduan game online akan mengalami penurunan aktivitas gelombang otak depan yang memiliki peranan sangat penting. Padahal, gelombang otak tersebut mengatur pengendalian emosi dan agresivitas akan terganggu, sehingga mereka cepat mengalami perubahan mood, seperti mudah marah dan mengalami masalah dalam hubungan sosial, khususnya dengan anggota keluarga.
Kedua, penurunan aktivitas gelombang beta yang merupakan efek jangka panjang yang tetap berlangsung meskipun mereka tidak sedang bermain game. Dengan kata lain, anak-anak yang kecanduan game mengalami “autonomic nerves” yaitu tubuh mengalami pengelabuan kondisi di mana sekresi adrenalin meningkat, sehingga denyut jantung, tekanan darah dan kebutuhan oksigen terpacu untuk meningkat.
Dari kedua dampak tersebut sudah pasti akan menghambat proses belajar anak. Adanya penurunan-penurunan gelombang pada otak menyebabkan gangguan dalam jangka pendek maupun panjang. Gangguan ini bukan sekedar psikologis anak, tetapi juga berpengaruh buruk pada kesehatan fisik.
“Apa yang paling terganggu dari kecanduan game online ini? Jawabnya adalah prestasi belajar anak yang terhambat, bahkan tidak bisa dicapai sesuai target pendidikan. Ancaman yang paling besar bagi mereka adalah terpuruk dalam hal pendidikan,” papar Asrorun.
Menurutnya, dalam beberapa kasus yang dijumpai KPAI, anak yang kecanduan game online dapat melakukan tindakan negatif seperti merusak, berkelahi dan berjudi. Selain itu, anak juga akan bertingkah laku aneh mengikuti tokoh-tokoh dalam game tersebut.
“Tentunya, ini sangat mengganggu tumbuh kembang anak dan berbahaya bagi masa depan mereka,” tegasnya.
Terkait peretasan situs lembaganya, Asrorun mengatakan, KPAI sedang berencana untuk melapor pada Mabes Polri untuk menegakkan hukum, khususnya mengenai larangan untuk meretas situs dan mengakses komputer dan sistem elektronik orang lain tanpa hak sebagaimana diatur dalam Pasal 30 UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Sementara, dalam Pasal 46 disebutkan, bahwa orang-orang yang terbukti melanggar Pasal 30 akan dikenai hukuman penjara paling lama 8 tahun dan denda paling banyak Rp 800 juta.
“Untuk itu, KPAI mendesak Polri mengusut tuntas kasus ini dan menghukum pelaku sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Ketika website KPAI diretas, informasi yang terpampang di dalamnya hilang dan ini tentu merugikan organisasi, bahkan negara. Tentu hal ini juga merugikan masyarakat yang memiliki kepentingan dengan KPAI, ” kata Asrorun.
Sebagaimana diketahui, KPAI merupakan Lembaga Negara Independen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Berdasarkan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2002 Perlindungan Anak pasal 76, KPAI memiliki tugas:
- melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan Hak Anak,
- memberikan masukan dan usulan dalam perumusan kebijakan tentang penyelenggaraan Perlindungan Anak,
- mengumpulkan data dan informasi mengenai Perlindungan Anak,
- menerima dan melakukan penelaahan atas pengaduan Masyarakat mengenai pelanggaran Hak Anak,
- melakukan mediasi atas sengketa pelanggaran Hak Anak,
- melakukan kerja sama dengan lembaga yang dibentuk Masyarakat di bidang Perlindungan Anak,
- memberikan laporan kepada pihak berwajib tentang adanya dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang ini.