Kekerasan terhadap anak bukan hanya terjadi di rumah dalam bentuk KDRT, juga terjadi di sekolah. Sekolah, apa lagi sekolah dasar, yang seharusnya menjadi tempat dimana anak-anak seharusnya bermain dan belajar, justru terjadi tindak kekerasan yang memilukan disana.
Di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Sabu Barat, Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT), menjadi tempat mencekam bagi mereka. Tujuh siswa  diserang orang tak dikenal saat sedang belajar di dalam kelas pada Selasa, 13 Desember 2016.  Pelakunya adalah seorang pria yang tidak dikenal, dengan sebilah  pisau tiba-tiba masuk ke ruang kelas V, dan langsung melakukan penyerangan terhadap siswa berinisial NOP, yang berusia 11 tahun. NOP ditusuk dibagian lehernya. TIdak cukup sampai disitu, pria tersebut juga mengamuk dan menusuk 6 siswa lainnya.
Inisial pelaku baru diketahui belakangan bernama JI, berusia 23 tahun asal Depok, Jawa Barat. Atas perintah Danramil Sabu Barat Mayor (Inf) I Ketut Nesa pelaku langsung diamankan (lokasi sekolah tersebut dekan dengan markas Koramil 1627/04 Sabu Barat), lalu diserahkan kepada pihak Polsek Sabu Barat untuk ditahan di Mapolsek. kejadian itu disampaikan Kabid Humas Polda NTT Ajun Komisaris Besar Julest Abraham Abast kepada awak media.
“Telah terjadi penusukan terhadap 7 orang siswa SD, yang rata-rata berusia 11-12 tahun. Pelaku bernama JI, sudah diamankan pihak keamanan” ujar Abraham Abas. Adapun motif penyerangannya belum diketahui. “Diperkirakan pelaku stress, tapi dipastikan bukan karena sentimen agama,” ujar Abraham Abas lagi.
Tetapi kemudian kejadian itu telah diketahui masyarakat, dan membuat masa marah. Walaupun Wakil Bupati Sabu Raijua Drs Nikodemus Rihi Heke, sudah datang ke Mapolsek Sabu Barat untuk menenangkan massa, tetapi massa tidak bergeming. Massa terus mengamuk, lalu menjebol Mapolsek dan  menghakimi pelaku hingga tewas.
Tindakan main hakin sendiri disesalkan oleh Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Boy Rafli Amar di Mabes Polri. Menurutnya masyarakat harus tetap menghormati hukum. Hal lainnya masih menurut Boy Rafli, Polri tidak bisa mendalami lagi motif pelaku.
“Masyarakat harusnya tetap menghormati hukum, walau pelaku jelas-jelas bersalah. Dan dengan tewasnya pelaku, kita tidak bisa lagi mendalami kasusnya, motifnya atau hal lainnya,” ujar Boy Rafli