Walaupun suasana ekonomi sedang lesu, ekonomi kita tetap harus tumbuh untuk menampung pertumbuhan tenaga kerja. Selain harus tumbuh, pembangunan ekonomi juga harus memiliki nilai keadilan. Sehingga, APBN sebagai salah satu alat untuk menstimulir pertumbuhan ekonomi harus mencerminkan pula adanya pertumbuhan dan keadilan.
APBN tahun 2016 besarnya Rp.2.121,3 triliun, menunjukan pertumbuhan sebesar 5% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dan APBN yang berkeadilan juga harus tercermin dalam postur anggaran belanja. Saat APBN secara keseluruhan meningkat 5%, tampak bahwa anggaran transfer ke daerah dan dana desa juga meningkat sebesar 17%. Ini menunjukan bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo berkomitmen untuk mempersempit kesenjangan pusat dan daerah, dengan membangun dari pinggiran/daerah. Anggaran yang menunjukan kehadiran negara di masyarakat dalam bentuk pelayanan umum (pendidikan kesehatan dan pelayanan publik lainnya), menyerap 51% dari porsi belanja pemerintah pusat
Untuk membiayai anggaran tersebut, pemerintah menargetkan pendapatan sebesar Rp.1832 trilun. Dari jumlah itu, pemerintah menargetkan sekitar 75% atau yaitu Rp. 1360 triliun berasal dari pajak. Dengan demikian, target dari pendapatan pajak naik 30% dibandingkan dengan realisasi tahun 2015. Sungguh besar target ini, dan tentu memerlukan kerja keras serta terobosan-terobosan yang kuat.
Inilah yang menjad concern kita semua, agar semua yang diharapkan pemerintah untuk kesejahteraan dapat tercapai. Ada 2 cara meningkatkan pendapatan dari pajak, pertama, peningkatan pendapatan dari wajib pajak lama. Ini akan bisa diperoleh jika suasana ekonomi bagus yang membuat bisnis tumbuh dengan bagus, sehingga pendapatan dari pajak pendapatan badan (PPh 25) dan karyawannya (PPh 21) meningkat. Kedua, dengan menjaring wajib pajak baru, yang memiliki pendapatan cukup, tapi belum terdaftar sebagai wajib pajak. Kedua hal tersebut bukan bersifat opsional tapi simultan. Keduanya bisa dilakukan bersamaan.
Masalahnya, saat ini kondisi perekonomian sedang lesu, harga komoditas yang menjadi andalan kita harganya masih terpuruk. Sejumlah paket kebijakan ekonomi yang sudah dikeluarkan belum bisa langsung berdampak pada suasana bisnis. Pendapatan pajak dari wajib pajak yang patuh tidak bisa deksploitasi terus. Mereka akan meningkat pembayaran pajaknya seiring dengan peningkatan keuntungannya. Kalau perlu, mereka harus ditingkatkan pelayanannya dengan menghindari kebijakan yang aneh seperti Peraturan Menteri Keuangan No 39 tahun 2016 tentang diwajibkannya pihak perbankan memberikan data transaksi kartu kredit nasabahnya kepada pihak Direktorat Jendral Pajak. Ini membuat yang sudah patuh menjadi bertambah repot.
Di saat ekonomi sulit, maka harapan lain adalah masuknya dana yang di parkir di luar negeri. Dan program pengampunan pajak (tax amnesty), menjadi sarana untuk menangkap peluang untuk memperoleh pendapatan negara dan masuknya devisa. Tapi tentu harus hati-hati dalam penggunaan instrumen ini. Pertama, adanya ketidakadilan bagi wajib pajak yang sudah patuh. Ini bisa menimbulkan dampak negatif terhadap kepatuhan berikutnya bagi wajib pajak yang sudah patuh tersebut. Kapan dan siapa yang akan mendapat pengampunan harus terklasfikasi dan terukur. Kedua, pengampunan pajak tidak berdiri sendiri, harus dikuti iklim investasi yang kondusif dengan mengurangi hambatan-hambatan yang ada, bukan sekadar menahan dana yang masuk minimal selama 3 tahun harus ada di dalam negeri.
Paket kebijakan ekonomi yang sudah sampai dua belas, harus diikuti dengan sosialisasi dan petunjuk pelaksanaan yang jelas. Tindak lanjut atas paket kebjakan ekonomi yang dikeluarkan oleh Kementeran Kordinator Perekonomian seperti KURBE (Kredit Usaha Rakyat Berorientasi Expor), salah satu yang menarik. Jika aturan dalam pengucuran dananya mudah dan jelas, tanpa jaminan asset tapi cukup dengan jaminan ekspor, dan sosialisasinya gencar, tentu ini akan menjadi sumber pendapatan pajak dan devisa baru. Artinya, itu memerlukan kebijakan di setiap departemen harus terintegrasi. Permudah hal yang sulit dan jauhi kebijakan yang aneh-aneh yang justru dalam implementasinya bisa membingungkan dan merepotkan. Jadi usul kami, sebelum pengampunan pajak diimplementasikan, klasifikasi dan aturan pelaksanaannya dibuat dahulu. Dan yang terpenting paket kebijakan ekonomi yang sudah dilahirkan, pastikan itu sudah terlaksana. Semangat pembangunan yang sudah baik, dengan instrumen yang mencerminkan pertumbuhan dan keadilan, jangan sampai gagal hanya karena ketidakjelasan aturan pelaksanaannya.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.