Minggu, 24 September 23

Penduduk Desa Lakardowo Tolak Kesimpulan KLHK Karena Tak Sertakan Data

Mojokerto – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menggelar sosialisasi penjelasan hasil analisis sampel air tanah dan air permukaan di Balai Desa Lakardowo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Selasa, (4/10/2016). Ini adalah babak baru penanganan sengketa lingkungan antara penduduk Desa Lakardowo dengan pengelola limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) PT Putra Restu Ibu Abadi (PRIA) yang sudah berlangsung lima tahun.

Namun, penduduk menolak hasil uji sampel air yang pengambilannya dilakukan KLHK dengan disaksikan Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton), BLH Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten Mojokerto di 13 titik dengan 2 kali pengambilan dengan cara sebelum dan setelah pengurasan pada 3-5 Juni 2016.

Sementara di 3 titik sumur pantau PT PRIA dengan 2 kali pengambilan dan di 2 titik air permukaan yang masing-masing diambil dua kali pada tanggal 14-15 Juni 2016.

Kemudian dilakukan analisis di dua laboratorium terakreditasi; UPT Laboratorium Uji Kualitas Lingkungan, BLH Provinsi Jawa Timur dan Laboratorium Perum Jasa Tirta I.

Penolakan dilakukan, karena penduduk menilai sosialisasi yang dipaparkan oleh Kasubdit Inventarisasi dan Alokasi Beban Pencemar, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, KLHK, Budi Kurniawan, tak disertai data ilmiah yang mendukung.

Kurniawan hanya menyimpulkan, fenomena penyakit gatal-gatal yang terjadi di masyarakat karena kandungan air di Desa Lakardowo memang mengandung bakteri e-coli. Padahal bisa terjadi karena faktor lain, seperti kandungan arsenik.

“Kita tahu bakteri tersebut berasal dari kotoran hewan. Karena kandungan arsenik yang bisa menyebabkan gatal-gatal itu di bawah baku mutu. Sepertinya, itu karena faktor lain,” jelas Kurniawan.

Sosialisasi yang dalam pengawasan aparat Kepolisian Mojokerto Kota dan Dandim 0815 Mojokerto itu. Perwakilan penduduk, Abdul Ghofur dalam kesempatan bicara di depan forum secara langsung menyampaikan penolakannya.

Karena menurutnya, kesimpulan yang disampaikan KLHK tidak disertai dokumen hasil uji laboratorium. “Kami menolak penjelasan yang disampaikan bapak, “ kata Ghofur kepada Budi Kurniawan.

Masalah sengketa lingkungan di Desa Lakardowo, ucap Ghofur, sebenarnya bisa diselesaikan dengan cara baik-baik. Asal, tandasnya, semua pihak duduk bersama dan menjawab keluhan penduduk dengan jujur.

“Kami meminta agar semua pihak bisa didatangkan. Baik dari yang menangani persoalan uji laboratorium dan juga yang menangani perizinannya. Karena, menurut kami ada yang salah dengan proses perizinannya, ” urai Ghofur.

Bagi Ghofur, penolakan yang dilakukan penduduk bukan tanpa alasan. Menurutnya, selain tidak adanya dokumen resmi yang disampaikan KLHK. Sosialisai tidak dihadiri beberapa pihak yang mestinya bisa menjawab berbagai keluhan penduduk. “Untuk itu kami memilih menolak hasil uji lab tersebut, “ ujar Ghofur.

Kurniawan menjawab penolakan penduduk dengan menyatakan, tidak bisa mengeluarkan data. Karena yang ditangani KLHK bukan persoalan limbah B3 yang terjadi di Desa Lakardowo saja.

Kasubdit Inventarisasi dan Alokasi Beban Pencemar, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, KLHK, Budi Kurniawan, saat memaparkan kesimpulan di Balai Desa Lakardowo pada Selasa, 4 Oktober 2016 (Foto : Supriyadi)
Kasubdit Inventarisasi dan Alokasi Beban Pencemar, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, KLHK, Budi Kurniawan, saat memaparkan kesimpulan di Balai Desa Lakardowo pada Selasa, 4 Oktober 2016 (Foto : Supriyadi)

“Apalagi kita ini menangani persoalan dari Sabang sampai Merauke. Sedangkan anggaran kita terbatas. Untuk menanggulangi itu kita harus merevisi anggaran dan butuh waktu, “ ujar Kurniawan.

Kurniawan mengaku, data laboratorium itu baru bisa keluar kalau sudah dibayar. “Akhirnya kita bisa minta hasilnya saja, untungnya boleh sama laboratorium,” imbuh Kurniawan.

Sementara itu, tanggapan penolakan juga disampaikan Ketua Tim Advokasi Penduduk Desa Lakardowo, Daru Setyo Rini. Setelah menyimak paparan Budi Kurniawan, ia berpendapat, ada persoalan yang sengaja ditutupi.

“Seringkali saya katakan, indikasi ketidak jujuran yang dilakukan KLHK sangat kental dan mencolok. Ini kan tidak bener “ ucap Daru.

Kalau memang di Desa Lakardowo, lanjut Daru, tidak ada pencemaran lingkungan. Ia meminta pemerintah segera melakukan pembuktian, bahwa tidak adanya pencemaran yang dilakukan perusahaan limbah B3 PT PRIA.

“Ini kan lucu jika hal itu dilakukan pemerintah. Karena dia (KLHK) sudah membuat kesimpulan. Meski e-coli yang disebutkan sebagai penyebab penyakit gatal yang saat ini dikeluhkan penduduk tidak disebutkan fecal coli dalam sumur penduduk, “ kata Daru.

Daru juga membeberkan, begitu pula ketika memberikan kesimpulan bahwa tidak ada bahan pencemar di sumur pantau PT PRIA dan sumur penduduk. “Tetapi kenapa tidak disebutkan berapa angka baku mutu, “ imbuh Daru.

Kesimpulan tersebut bagi Daru, merupakan bentuk pengingkaran fakta. Sebab hasil yang diperoleh, melalui dua laboratorium yang sama-sama milik pemerintah.

“Yang sama-sama menyebutkan ada parameter pencemaran, “ kata Daru seraya mengungkapkan, utamanya sumur sumur pantau dan air permukaan di sekitar PT PRIA yang menujukkan parameter melebihi baku mutu.

Tabel kualitas air sumber Laboratorium BLH Provinsi Jawa Timur (Supriyadi)
Tabel kualitas air sumber Laboratorium BLH Provinsi Jawa Timur (Supriyadi)

Sebagai bukti Daru menyampaikan, hasil Laboratorium BLH Provinsi Jawa Timur yang menunjukkan 8 parameter air. Dan Laboratorium Perum Jasa Tirta I menunjukkan 6 parameter.

“Itu menunjukkan kadar pencemarannya melebihi baku mutu dan lebih tinggi dari rona awal. Itu jelas tercantum dalam Perda Nomor 2 tahun 2008 tentang tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Provinsi Jawa Timur, “ jelas Daru.

Parameter yang melebihi baku mutu, sebut Daru, antara lain besi, mangan, sulfat, H2S, bahkan e-coli, minyak serta lemak.

“Parameter ini kenapa kok tidak disebutkan melebihi baku mutu di dalam sumur pantau dan air permukaan? Kenapa disebutkan sama sekali tidak ada parameter? Nah ini kan mengingkari,” tandas Daru.

Penolakan penduduk, ditanggapi Head of Office PT PRIA, Christine, dengan nada pasrah. Ia mengaku menghormati keputusan penduduk Desa Lakardowo, meski pada awalnya ia menaruh harapan KLHK memberi keputusan pasti.

“Ya kami tetap akan mengikuti proses yang berlaku. Karena tadi sudah disampaikan, bahwa tidak ada pencemaran yang dituduhkan penduduk, “ ucap Crhistine. (*)

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait