Now that it’s raining more than ever Know that we’ll still have each other You can stand under my umbrella You can stand under my umbrella Under my umbrella Ella ella eh eh eh (Rihanna, Umbrella)
Payung yang sering kita pakai untuk melindungi tubuh dari hujan dan panas telah ada sekitar 4.000 tahun yang lalu. Bukti-bukti dapat dilihat pada karya seni dan artefak-artefak kuno yang ditemukan di Mesir, Suriah, Yunan, dan China. Pada mulanya payung digunakan sebagai tabir surya. Kemudian bangsa China mengembangkan payung tahan air untuk pelindung dari hujan. Mereka melapisi payung dengan lilin sehingga mampu menahan air hujan.
Pada awal abad 16, payung populer di negara-negara Eropa pada saat musim hujan. Pada awalnya payung dianggap sebagai aksesori yang hanya cocok untuk perempuan. Jonas Hanway (1712-1786), seorang pengembara dan penulis dari Persia membawa dan menggunakan payung di depan umum di Inggris. Dialah yang laki-laki yang memopulerkan payung, bahkan di Inggris ada yang menyebut payung sebagai “hanway”. Di Inggris, toko payung pertama bernama “James Smith and Sons”. Sampai saat ini toko ini masih berdiri di jalan 53 New Oxford St. Di London. Pada tahun 1825, Samuel Fox menemukan desain payung berangka baja. Fox juga mendirikan “English Steels Company” di Inggris.
Di Indonesia, kita mengenal payung sebagai kata dalam sebuah peribahasa “sedia payung sebelum hujan”. Arti dari peribahasa ini adalah bahwa kita harus siap dan siaga sebelum sesuatu terjadi di kemudian hari. Jika kita melihat mendung tak ada salahnya kita membawa payung. Jika kita menghadapi ujian di seklolah atau kampus, hendaknya kita belajar sebelumnya. Peribahasa ini mengajak kita selalu siap menghadapi segala kemungkinan di waktu akan datang. Selalu waspada.
Gambar atau logo payung kita kenal sebagai simbol pelindung atau melindungi. Perusahaan asuransi paling sering menggunakan simbol payung. Asuransi dianggap sebagai cara modern melindungi diri pada saat kita tertimpa musibah yang tak terduga. Karena itu ada asuransi kesehatan, pendidikan, tenaga kerja, sampai kematian.
Pada aksi damai 2 Desember 2012, jagad politik Indonesia, terutama di media sosial, banyak membicarakan payung. Ya payung biru yang dipakai Presiden Joko Widodo. Payung menjadi trending topic menyusul jaket bomber dan air minaral Equil. Seorang netizen menulis di laman Facebook: “Yang keluar uang mendanai siapa, yang berkeringat kumpulkan massa siapa, yang harap cemas mendukung aksi siapa, yang seenaknya menunggangi siapa, yang akhirnya ditangkap siapa? Yang jelas bintangnya adalah lelaki kurus berpayung biru”.
Lelaki kurus berpayung biru itu tak lain adalah Jokowi. Presiden Jokowi beberapa bulan lalu juga mendapat apresiasi publik ketika meninjau suatu proyek di Papua. Fotonya saat memayungi Gubernur Papua menjadi viral di media sosial. Banyak analis mengatakan Jokowi ingin memayungi rakyat Papua termasuk menggenjot pembangunan infrastruktur di sana dan membuat harga bensin sama dengan daerah lain di Indonesia. Meski demikian, payung Jokowi belum mampu melindungi warga Papua dari kekerasan aparat, terutama para aktivis yang menuntut secara demokratis penentuan nasib sendiri masa depan Papua.
Di media sosial kini banyak meme seputar payung dan Jokowi. Ada gambar 212, yang artinya aksi damai 2 Desember, namun gambar angka satu terlihat Jokowi berpayung biru. Ada juga foto Jokowi dan Jusuf Kalla serta anggota kabinet lain berpayung biru dengan tulisan: “Presiden Bernyali bukan Presiden Bernyanyi.” Satu lagi, kini beredar gambar Jokowi dengan payung agak besar memayungi lima orang yang mewakili Islam, Kristen, Hindu, Budha dan Konghuchu.
Tulisan ini saya akhiri dengan sebuah kritik kepada Presiden Jokowi. Setiap kamis para ibu korban dan keluarga penyintas pelanggaran hak asasi manusia melakukan aksi di depan Istana. Mereka menggunakan payung hitam dengan tulisan aneka peristiwa pelanggaran HAM yang belum tuntas: Semanggi I dan II, Munir, 1965 dan lain-lain. Mengapa sampai saat ini Presiden Jokowi belum mau menemui ibu-ibu berpayung hitam itu?
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.