Sabtu, 30 September 23

MK Tolak Permohonan Uji Materi UU PNPB dan UU Migas

Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (UU PNBP) dan Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas). Putusan dengan nomor perkara 4/PUU-XIII/2015 tersebut diucapkan pada Kamis (28/4/2016) di Ruang Sidang MK.

“Amar putusan, mengadili, menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Wakil Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan.

Dalam pertimbangan hukumnya, MK merujuk beberapa putusan sebelumnya antara lain Putusan No. 128/PUU-VII/2009 bertanggal 11 Maret 2010, Putusan No. 47/PUU-XII/2014 bertanggal 21 Januari 2015, dan Putusan No. 57/PUU-XII/2014 bertanggal 21 Januari 2015. Dalam putusan-putusan tersebut, MK menyatakan norma atau pengaturan jenis pungutan lain dalam Peraturan Pemerintah dan/atau peraturan di bawahnya tidak bertentangan dengan Konstitusi selama memenuhi syarat-syarat tertentu.

“Berdasarkan putusan-putusan tersebut Mahkamah berkesimpulan, pengaturan dengan peraturan di bawah undang-undang dapat dibenarkan atau konstitusional apabila memenuhi syarat, yaitu delegasi kewenangan tersebut berasal dari undang-undang dan pengaturan dengan peraturan di bawah undang-undangtidak bersifat mutlak, melainkan hanya terbatas merinci dari hal-hal yang telah diatur oleh undang-undang,” urai Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati saat membacakan pertimbangan hukum.

Dengan demikian, Mahkamah berpendapat bahwa Pasal 2 ayat (3) dan Pasal 3 ayat (2) UU PNBP serta Pasal 48 ayat (2) dan Pasal 49 UU Migas tidak bertentangan dengan Pasal 23A, Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945.

Dalam permohonannya, Direktur Utama PT. Gresik Migas Bukhari selaku Pemohon mendalilkan hak konstitusionalnya telah dirugikan dengan berlakunya norma a quo. Pemohon berpendapat, UU PNBP bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945 karena pemerintah, atas perintah undang-undang tersebut, menerbitkan Peraturan Pemerintah yang mewajibkan Pemohon untuk membayar sejumlah iuran setiap bulannya kepada BPH Migas.

Pemohon juga menilai norma tersebut bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Sebab, pemerintah telah memaksakan pengaturan PNBP dalam kegiatan usaha hilir gas bumi tersebut dalam PP Iuran secara sepihak. Sebagai subjek hukum, Pemohon merasa memiliki hak untuk dapat memberikan masukan dan selanjutnya menyetujui melalui wakil-wakilnya di DPR terhadap penetapan jenis, besaran atau tarif, dan tata cara pembayaran PNBP yang dimaksudkan dalam pasal tersebut.

Undang-Undang a quo juga dinilai Pemohon bertentangan dengan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945 lantaran hingga saat ini Pemohon sebagai entitas yang taat hukum harus membayar sejumlah iuran ke BPH Migas berdasarkan PP Iuran. Berdasarkan risalah pembahasan RUU APBN Tahun Anggaran 2006 yang dikeluarkan Bagian Arsip dan Dokumentasi Sekretariat Jenderal DPR, Pemerintah sebenarnya sama sekali tidak pernah mengemukakan kepada DPR terkait rencana penetapan jenis dan tarif PNBP melalui PP-Iuran. (mk)

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait