Rabu, 22 Maret 23

Mencari Jejak Peraih Adhi Makayasa

Dalam mutasi dua bulan terakhir, tepatnya sejak November 2018, ada beberapa nama yang menarik perhatian, yaitu para perwira peraih Adhi Makayasa. Penghargaan terakhir ini diberikan pada Taruna Akademi Militer (Akmil) Magelang yang lulus pendidikan dengan predikat terbaik di angkatannya.

Beberapa nama dimaksud antara lain: Brigjen Tri Yuniarto (lulusan terbaik Akmil 1989, kini Panglima Divisi Infanteri 2 Kostrad), Mayjen I Nyoman Cantiasa (Akmil 1990, ditetapkan sebagai Danjen Kopassus), dan Brigjen TNI Teguh Pujo Rumekso (Akmil 1991, kini Komandan Pussenif).

Bila melihat nama-nama tersebut, peraih Adhi Makayasa seolah gemerlap kariernya. Mungkin kita tidak sadar, bahwa ada juga lulusan terbaik yang kurang beruntung, sehingga kariernya seolah macet. Bagi perwira lulusan Akmil, ada yang disebut “garis tangan”, maksudnya jabatan atau pangkat semuanya sudah menjadi suratan nasib.

Generasi 1980-an

Karier gemilang generasi 1980-an dimulai dengan tampilnya Moeldoko (lulusan terbaik Akmil 1981), yang melaju sebagai KSAD dan Panglima TNI, dan kini masih berlanjut sebagai Kepala Staf Kepresidenan, setelah masa dinas aktifnya di TNI berakhir. Lulusan terbaik Akmil 1980 dan 1983, namanya nyaris kurang kita kenal, bisa jadi karena mereka bukan berasal dari kecabangan infanteri.

Infanteri adalah kecabangan utama di TNI AD, semacam atletik bila di dunia olahraga. Lulusan terbaik Akmil 1980 adalah Muktiyanto berasal dari korps perbekalan dan angkutan (CBA), sementara lulusan terbaik Akmil 1983 adalah Rusmanto (korps perhubungan). Lulusan terbaik Akmil 1982 (Erwin Syafitri, infanteri) dan Akmil 1984 (Ediwan Prabowo, artileri medan), cukup baik kariernya, mereka sampai pangkat letjen. Erwin Syafitri terakhir adalah Wakil KSAD.

Fenomena menarik terjadi generasi Akmil 1988A dan 1988B. Memang benar, pada tahun 1988, Akmil melahirkan dua angkatan. Hal menarik dari generasi ini, para lulusan terbaiknya tidak kunjung muncul. Bahkan ada yang sudah meninggal dunia, yaitu Swastiko Yuwono (1988B). Lulusan terbaik Akmil 1985, juga sudah meninggal, yaitu Mayjen I Made Agra, dengan posisi sebelum meninggal adalah Komandan Pussenif.

Kini yang sedang mencapai puncak adalah Akmil 1987, mengingat salah seorang lulusannya sedang menjabat KSAD, yakni Jenderal Andika Perkasa. Lulusan terbaik generasi ini adalah Letjen Herindra (kini Irjen TNI), yang sempat masuk nominasi kandidat KSAD tempo hari. Saat lulus Akmil, Andika termasuk ranking atas, namun kurang beruntung. Gagal memperoleh Adi Makayasa, Andika “melunasinya” dengan menjadi lulusan terbaik saat mengikuti Seskoad (TA 1999-2000).

Tidak Semua Angkatan Beruntung

Di masa lalu ada generasi yang sangat terkenal, yaitu kelompok lulusan MA (Akademi Militer) Yogya, khususnya angkatan pertama, sebuah lembaga pendidikan perwira yang didirikan di era perang kemerdekaan (1945-1948). Lulusan MA Yogya seolah menjadi “anak emas” TNI, karena latar belakang historis dan kompetensi para alumnusnya. Namun angkatan ini kurang beruntung, karena tidak satu pun lulusannya yang bisa meraih posisi KSAD.

Dari generasi ini, tokoh yang sempat diunggulkan adalah Letjen Sayidiman, yang pada tahun 1973 sudah diangkat sebagai Deputi KSAD. Namun dirinya terkena imbas Peristiwa Malari, sehingga namanya harus keluar dari orbit. Sayidiman termasuk lulusan terbaik, bersama Soebroto. Namun usai periode perang kemerdekaan, Soebroto pensiun dini, dan di kemudian hari lebih dikenal sebagai ekonom senior.

Dari generasi AMN Magelang, salah satu angkatan yang paling terkenal adalah Akmil 1965. Generasi ini cukup istimewa, selain jumlah lulusannya yang besar (sekitar 400 perwira), generasi ini juga melahirkan tokoh-tokoh terkenal, seperti Theo Sjafei, Yunus Yosfiah, Soejono, Tarub, Syamsir Siregar, dan seterusnya.

Di masa puncak karier mereka, pada pertengahan dekade 1990-an, mereka pernah menjabat tujuh pangdam, dari sepuluh kodam yang ada saat itu, dalam kurun waktu bersamaan.

Mirip pengalaman MA Yogya, ketika tiba waktunya, tidak satu pun dari Akmil 1965 yang menjadi KSAD. Dari generasi ini yang sudah digadang-gadang sebagai calon KSAD adalah Letjen Soejono (saat itu Kasum ABRI), untuk menggantikan Jenderal Hartono (Akmil 1962). Ternyata yang diangkat sebagai KSAD, adalah adik kelas mereka jauh, yakni Jenderal Wiranto (Akmil 1968).

Lulusan terbaik Akmil 1965 termasuk yang kurang beruntung, yakni Kol CPM (Purn) Nurhana, yang tida sempat masuk level perwira tinggi. Namun Nurhana memiliki menantu yang hari ini kariernya sedang moncer, yaitu Brigjen Tri Yuniarto, yang sudah dibahas di awal tulisan.

Untuk kasus kekinian, pengalaman itu sepertinya bakal terjadi pada Akmil 1984 dan Akmil 1985. Figur paling potensial dari Akmil 1984 untuk posisi KSAD adalah Letjen Ediwan Prabowo (lulusan terbaik Akmil 1984). Namun sejak melepas jabatan Sesjen Kemenhan tiga tahun lalu, sampai sekarang Ediwan belum memperoleh jabatan definitif. Untuk perwira tinggi sekelas Ediwan, menjalani hari-hari tanpa jabatan (non-job), sungguh merupakan keanehan.

Akmil 1985 juga termasuk generasi yang kurang beruntung. Dari tiga orang “the rising star” dari kelas ini, dengan berbagai sebab gagal mencapai KSAD. Mereka adalah Mayjen I Made Agra (meninggal, lulusan terbaik), Mayjen Jaswandi (Pangdam Jaya, baru saja pensiun) dan Letjen Doni Munardo (Kepala BNPB). Khusus bagi Doni Munardo, kecil kemungkinan untuk kembali bertugas di TNI.

Sebenarnya Doni sudah tidak masuk lagi dalam nominasi kandidat KSAD saat dirinya diangkat sebagai Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantanas). Dalam posisi ini Doni memang memperoleh kenaikan pangkat satu tingkat, menjadi letjen. Namun Doni sebenarnya sudah “terkunci”, posisi KSAD semakin menjauh dari Doni. Dengan begitu praktis tak ada lagi nama dari Akmil 1985 yang berpeluang menjadi KSAD.

Aris Santoso, Pengamat Militer

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait