Persoalan nelayan bukan masalah pemukiman, sehingga mereka harus digusur pemukimannya dan dipindahkan ke tempat lain. Persoalan-persoalan yang ada di kelompok nelayan adalah hasil tangkapan ikan yang semakin berkurang, tidak adanya tata niaga yang berpihak kepada mereka, dan tidak adanya sarana penunjang untuk meningkatkan nilai tambah hasil tangkapan mereka seperti cold storage dll. Mengatasi persoalan-persoalan itulah yang dibutuhkan oleh kelompok nelayan. Kita mengetahui hal tersebut, jika kita tau pola dan corak produksi masyarakat di sektor perikanan/kelautan.
Persoalannya, terutama untuk nelayan di perairan teluk Jakarta, justru datang lebih di hulu, saat hasil tangkapan mereka justru makin berkurang. Makin tercemarnya perairan akibat limbah, dan diperparah lagi oleh reklamasi, itu menjadi penyebabnya. Untuk melaut lebih ke tengah berarti kebutuhan solar makin tinggi, biaya makin tinggi. Sementara harga dan tata niaga tidak menguntungkan mereka.
Tapi dalam membangun kota Jakarta, mengapa kampung nelayan digusur? Mengapa reklamasi dilakukan?
Jawabannya jelas, karena dalam melakukan pembangunan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lebih mengutamakan keindahan, berpihak pada kaum punya, tanpa memperdulikan corak/pola produksi masyarakat lainnya. Padahal jika persoalan-persoalan nelayan diselesaikan, reklamasi diubah jadi rehabilitasi, dan ditambah sedikit penataan pada pemukiman mereka, maka bukan hanya keindahan yang bisa diperoleh, tapi lingkungan yang sehat dan kesejahteraan masyarakat luas juga akan terwujud.
Jika membangun hanya mengutamakan keindahan, maka pemukiman nelayan miskin dianggap sampah yang harus dibuang, karena dianggap mengganggu pemandangan kota. Supaya kelihatan manusiawi, maka dipindahkan lah mereka ke rumah susun. Tanpa peduli cocok atau tidak dengan kehidupan sosial dan aktivitas produksi mereka. Tanpa peduli bahwa mereka telah kehilangan akses ke tempat mereka mencari makan.
Ahok sampai saat ini masih jujur dan tidak korupsi. Tapi pembangunan yang dilakukannya seolah tanpa jiwa. Dengan APBD Rp 60 triliun begitu mudah untuk membangun infrastruktur dan sarana fisik lainnya. Untuk melayani publik dengan baik, dengan gaji pegawai Pemda DKI yang demikian tinggi, itu sudah seharusnya.
Ahok harus melihat segala hal secara luas, termasuk salah satunya dengan kacamata corak dan pola produksi masyarakat Jakarta yang beragam. Dan satu lagi memunculkan empati terhadap mereka yang kurang beruntung. Bagi para pendukungnya, membela dengan membabi-buta walaupun itu salah, sama saja dengan menjerumuskannya.