Selasa, 5 Desember 23

May Day: Kemajuan, Keterlibatan dan Keadilan

1 Mei ditetapkan sebagai hari perjuangan kelas pekerja, untuk memperingati perjuangan untuk diberlakukannya 8 jam kerja. Perjuangan ini merupakan perjuangan yang masif dan panjang. Diawali tahun 1806 ketika pemogokan buruh pertama di Amerika (para pekerja Cordwainers), yang mengungkap fakta bahwa para pekerja saat itu bekerja 18-20 jam perhari. Dan mulai saat itu perjuangan untuk pengurangan jam kerja menjadi agenda bersama perjuangan para pekerja di Amerika.

Tuntutan 8 jam kerja itu terinspirasi oleh tuntutan aksi buruh di Kanada tahun 1872. Kemudian pada aksi pawai ribuan buruh di New York pada tahun 1882, mereka membawa spanduk bertulisan 8 jam kerja, 8 jam istirahat, 8 jam rekreasi. Dan pada tanggal 1 Mei 1884, Federation of Organized Trades and Labor Unions menuntut agar 8 jam kerja diberlakukan di Amerika Serikat. Tanggal 1 Mei tersebut yang kemudian menjadi inspirasi, sehingga dalam Kongres Federation of Organized Trades and Labor Unions pada tahun 1886, diputuskan 8 jam kerja mulai diberlakukan di Amerika Serikat pada 1 Mei 1886.

Melihat begitu panjang dan masifnya perjuangan para pekerja, maka peringatan 1 Mei pada saat ini, jangan hanya dimaknai sebagai peringatan atas perjuangan para pekerja untuk mengurangi jam kerja saja (peningkatan kesejahteraan). 1 Mei harus menjadi pengingat bagi para pekerja dan juga para pemilik modal, bahwa ketidakadilan akan mengalami perlawanan dengan masif. Sehingga keadilan harus diwujudkan bahkan menjadi kebutuhan, melalui terbukanya ruang partisipasi dalam pengelolaan perusahaan, agar kesejahteraan terwujud, seiring dengan kemajuan perusahaan.

Memaknai Kemajuan, Keterbukaan, Keterlibatan dan Keadilan

Kemajuan adalah prioritas utama. Semua langkah yang dilakukan harus bertujuan untuk mencapai kemajuan. Terutama kemajuan perusahaan. Kemajuan yang ingin dicapai tentu yang berkelanjutan. Selanjutnya, kemajuan perusahaan yang telah dicapai, hasilnya didistribusikan secara adil bagi para pihak, yaitu para pemegang saham, karyawan dan tentu masyarakat. Dalam distribusi tersebut tentu harus juga memikirkan keberlanjutan kemajuan yang harus dicapai pada masa/periode berikutnya. Disinilah dibutuhkan sikap adil dari para pihak dalam pengelolaannya.

Perspektif keadilan dibutuhkan dalam semua proses, baik proses untuk mencapai kemajuan maupun dalam distribusi hasil dari kemajuan yang dicapai. Bersikap adil bukan hanya dikenakan bagi pemilik modal/para pemegang saham saja. Bersikap adil juga dikenakan pada para pekerja di semua tingkatan management. Bahkan dalam perusahaan swasta dan BUMN yang sudah menjadi perusahaan publik (terbuka), dimana para pemegang sahamnya secara tegas dibatasi oleh peraturan untuk tidak boleh masuk dalam urusan operasional, maka sikap adil harus lebih dimiliki oleh para pekerja di semua tingkatan (management sampai pelaksana). Tuntutan itu muncul karena para pekerja lah yang sepenuhnya mengelola asset para pemegang saham. Dan para pemegang saham terutama pemegang saham minoritas, hanya tau hasil akhir dari proses pengelolaannya.

Tidak jarang, para pemegang saham tidak memperoleh hasil dari investasinya, tetapi para pekerjanya justru memperoleh kemajuan. Ini bukan karena adanya penyelewengan, tanpa penyelewengan pun ini bisa terjadi, karena terbentuknya sistem pengelolaan yang tidak adil. Yang tidak berfikir tentang kepentingan pemilik saham. Tidak berfikir tentang kemajuan yang berkelanjutan. Menuntut kenaikan UMP/UMR tanpa berfikir apakah saat tuntutan itu menjadi peraturan, apakah perusahan punya daya tahan untuk bertahan dikemudian hari.

Tulisan ini kok seolah tidak berimbang ya? Uraiannya seolah tidak memiliki perspektif kepentingan bahkan penderitaan para pekerja.
Bahkan mungkin ada yang beranggapan atau mengambil kesimpulan, bahwa ketidakseimbangan tulisan ini terjadi karena memberikan penekanan pada perusahaan yang mengalami kerugian saja. Padahal saat perusahaan untung, bukankah pemilik saham diuntungkan dari hasil keringat para pekerjanya?

Kami akan menjawab bahwa kesan tidak berimbang memang mungkin ada. Karena memang kami menyoroti suatu kemungkinan yang terjadi pada beberapa perusahaan saja, dalam hal Perusahaan Terbuka/Publik dan BUMN. Tapi kami tidak mengeneralisasi keadaan ini sebagai keadaan yang terjadi di seluruh perusahaan.

Kami tau persis, ada para pemilik saham yang terlalu berhasrat untuk mengembangkan perusahaan, sehingga keuntungan yang diperolehnya tidak dibagikan baik kepada pemilik saham minoritas maupun kepada karyawannya, tapi keuntungan itu digunakan untuk investasi baru. Kedua, kami memang mencoba melihat dari kemungkinan lain, yaitu saat perusahaan mengalami kerugian, tentu harus dipikirkan juga. Sebab saat perusahaan rugi terus menerus, pada akhirnya akan tutup. Maka bukan saja pemilik saham yang rugi,bahkan para pekerja akan mengalami kerugian yang lebih besar lagi.

Tujuan dari tulisan ini justru untuk menyeimbangkan gelombang informasi dari pemberitaan aksi May Day. Menyeimbangkan informasi yang lebih mengemukakan tuntutan para pekerja untuk peningkatan upah, tanpa melihat kondisi perusahaan dan perekonomian secara keseluruhan. Tulisan ini juga menyeimbangkan gelombang informasi mengenai ketidakadilan yang dirasakan kaum pekerja, agar dalam mendesakan tuntutannya mereka juga harus rasional. Agar kemajuan yang berkelanjutan dapat terwujud

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait