Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR – RI) Marthin Billa menilai, selain persaingan dalam perkembangan, saat ini negara Indonesia tengah dihadapkan pada sebuah ujian berat berupa intervensi ideologi yang sangat berpotensi terjadinya disintegrasi bangsa. Untuk itu Marthin bertekad untuk mengembalikan Mata Pelajaran PMP (Pendidikan Moral Pancasila) di sekolah.
Memang perkembangan zaman dan perubahan peradaban adalah hal yang sangat mustahil untuk ditangkis dikarenakan manusia adalah pelaku dari peradaban itu sendiri. Namun menurut Martin, akan menjadi sebuah tragedi bagi bangsa Indonesia, jika perubahan zaman dan perubahan peradaban tersebut harus menggeser pola pikir masyarakat, yang meninggalkan pegangan hidup yang telah disepakati para pendiri negara ini.
“Saya melihat saat ini falsafah bangsa yang seharusnya menjadi pegangan hidup mayarakat secara perlahan mulai ditinggalkan,” tutur Marhin kepada Redaksi, Senin (2/11/2019).
Hal tersebut menurut mantan Bupati Malinau, Kalimantan Utara, karena adanya upaya pihak – pihak tertentu untuk mengganti ideologi negara. Apalagi kemudian upaya itu juga dipermudah oleh para generasi muda, yang ikut terpengaruh oleh ideologi yang melenceng dari cita – cita para pendiri bangsa.
Sehingga usai melakukan sosialisasi 4 Pillar Kebangsaan di SMTKA Sajau, Bulungan beberapa waktu lalu, pria yang akrab dipanggil MB tersebut bertekat akan mengupayakan agar Pancasila bukan lagi dihafal dan dihayati, namun juga mengupayakan agar genarasi muda terutama di Perbatasan dapat benar – benar mengamalkan pondasi dasar negaranya tersebut.
“Saya tak kan berhenti sebatas sosialisasi sebagaimana yang telah saya lalukan. Tapi juga akan berjuang dan berusaha bersama pihak terkait terutama Pemerintah,” tandas MB.
Salah satunya, ungkap MB, ia akan mendorong Pemerintah kembali menerapkan Pendikan Moral Pancasila (PMP) kembali dijadikan mata pelajaran di sekolah – sekolah. Memang saat ini sudah ada Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaran (PPKN) yang menggantikanya, namun MB menilai belum mampu seperti PMP.
“Dulu jangankan menghujat, menuding pihak lain salah saja kita sangat sangat berhati – hati. Itu karena sejak anak – anak telah ditempa dengan rasa saling menyayangi, menghargai dan mengasihi lewat PMP itu. Untuk itu saya merasa bahwa wajib untuk menyerukan dan memperjuangkan agar PMP dapat menjadi mapel (mata pelajaran) di sekolah – sekolah,” paparnya.
Tak hanya itu, MB juga mendorong agar Penataran Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) kembali diaktifkan. Pasalnya, dengan dengan cara itu tak hanya generasi muda usia sekolah saja namun juga para orang tua akan kembali ditempa oleh ilmu kewarganegaraan
Soialisasi terkait Kebangsaaan, uangkap MB memang sangat perlu. Namun MB menegaskan bahwa akan lebih baik apabila sejak usia dini sudah tertanam benih – benih kebangsaan. Apalagi untuk generasi muda yang tinggal di wilayah Perbatasan, pendidikan dan ilmu pengayatan tentang kebangsaan harus 2 kali lipat lebih kuat dibanding anak – anak lain di Perkotaan.
“Karena selain menghadapi ideologi yang ingin merongrong NKRI, mereka juga harus memiliki nasionalisme agar tak goyah menghadapi intervensi sosial dan budaya dari negara tetangga,” tegas MB.