BOGOR – Potensi terjadinya kasus pelecehan seksual terhadap anak di sejumlah tempat, termasuk Kota Bogor, disumbangkan dari tayangan televisi hingga internet. Dampak kemajuan teknologi mengambil peran paling besar membangun perilaku negatif terhadap anak. Hal itu dikatakan Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Ibu dan Anak (P2TIA) Endah Ade Syarif saat Sosialisasi Perlindungan Perempuan dan Anak di Balaikota Bogor, Minggu (23/10/2016).
“Pengaruh buruk internet, salah satunya melalui youtube berpotensi anak bisa mengakses tayangan pornografi. Sebagai perbandingan di Turki, pemerintah disana sudah membuat kebijakan larangan mengkonsumsi youtube untuk anak. Jadi, pemerintah membuat regulasi serupa agar dampak buruk internet bisa dilakukan pencegahan,” tuturnya.
Keprihatinan pelecehan seksual yang menimpa anak juga disampaikan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Keadilan Bogor Raya, Fatiatulo. Secara lugas, ia menyampaikan, penegakan hukum masih belum memperlihatkan keberpihakannya kepada korban. Tidak hanya itu, upaya pencegahan pun masih belum terlihat dilakukan.
“Penegakan hukum masih belum memperlihatkan keberpihakannya sehingga belum membuat rasa nyaman. Banyak kasus yang menimpa korban, seringkali tidak berlanjut. Dan, tidak jarang pengaduan yang disampaikan korban tidak diproses karena tidak ada bukti di kepolisian,” kritiknya.
Masyarakat ekonomi lemah, sebutnya, yang paling sering menjadi obyek ketidakadilan.
“Di Bogor, banyak korban tidak melapor karena tidak punya biaya. Ironisnya, bahkan ada advokat yang tidak optimal melakukan pendampingan karena tidak ada uangnya. Hal lain, budaya malu karena aib membuat korban memilih pasrah. Sejumlah masalah itu yang kerap kita temui saat LBH KBR lakukan pendampingan,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Bogor, Dadang Iskandar mengatakan, saat ini kejahatan seksual di Indonesia masuk tahap kronis. PDI Perjuangan, lanjutnya, sangat mendukung pencegahan kekerasan seksual karena sudah memasuki tahap darurat.
“PDI Perjuangan melalui wakilnya di DPR sangat konsern dan mendukung upaya dan pemberian efek jera terhadap pelaku kejahatan seksual, terutama kepada anak. Apalagi, Presiden Jokowi telah menandatangani peraturan pemerintah pengganti undang-undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang perrubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan sudah disahkan DPR (red.12 Oktober lalu),” ujarnya.
Dalam Perppu yang setelah disahkan dijuluki undang-undang ‘kebiri’ tersebut diatur tiga sanksi tambahan, yakni kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik, serta pemasangan alat deteksi elektronik harus tegas pelaksanannya.
“Melalui sanksi yang berat, diharapkan bisa menjadi efek jera bagi pelaku. Selain itu, keterlibatan orangtua, guru di sekolah juga partisipasi masyarakat sangat diperlukan untuk melakukan pencegahan,” tuntasnya.
Saat digelar sosialisasi perlindungan perempuan dan anaktersebut turut hadir sebagai pembicara Kepala Unit (Kanit) PPA Polres Bogor Kota Iptu Melysa Sianipar, Anggota Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka, Ketua PKK Poppy Yuniati. (eko)