Yogyakarta sebagai kota budaya terkemuka di Indonesia tak pernah sepi dari pameran seni. Di tengah kontroversi ARTJOG 2016 karena disponsori Freeport McMoran, sehingga diprotes sebagian seniman dan aktivis lingkungan dan Hak Asasi Manusia, kemarin dibuka pameran senirupa LOREM IPSUM: Sisyphus and The Stone, di Sangkring Art Project, Bugisan, Yogyakarta. Pameran akan berlangsung sampai 22 Juli 2016.
Pameran ini diorganisir oleh Jago Tarung Yogyakarta, dengan menghadirkan dua belas perupa. Mereka adalah Bibiana Lee, Daniel Rudi Haryanto, Dedy Sufriadi, Dedy Shofianto, Franziska Fennert, Ida Bagus Putu Purwa, Ismanto Wahyudi, Joko ‘Gundul’ Sulistiono, M.A. Roziq, Safrie Effendi, Suharmanto, dan Wayan Paramartha. Jago Tarung adalah sebuah komunitas seni yang berdiri pada 27 Juni 2010, hingga kini telah mengadakan sekitar sembilan program pameran dengan peserta seniman dalam dan luar negeri.
Lorem ipsum selama ini dikenal sebagai teks standar demonstrator elemen grafis atau presentasi visual seperti menyangkut font, typografi, serta tata letak dalam industri percetakan dan penataan huruf (typesetting). Ia muncul sejak mesin cetak pertama ditemukan pada tahun 1500 hingga populer pada tahun 1960. Maksud penggunaan lorem ipsum adalah agar pengamat tidak terlalu berkonsentrasi kepada arti harfiah per-kalimat, melainkan hanya fokus kepada estetika elemen teks serta desain tata letak (dummy) yang hendak dipresentasikan.
Ada dua perupa yang karyanya menarik perhatian pengunjung pada saat pembukaan (17/6). Pertama, karya Daniel Rudi Haryanto, Propaganda ( 100 x 200 x 50 cm) perunggu dan steinless (2016). Propaganda adalah nama sosok bersayap dengan bulu-bulu pedang pembunuh. Nama-nama kota dan negara tercatat di permukaan pedang-pedang pembunuh itu. Sebuah peringatan bahwa perang hanya meninggalkan jejak pilu sejarah kemanusiaan.
Menurut Rudi, Propaganda terinspirasi saat dia berkunjung ke Kathedral di Koln Jerman. Di sana ada patung malaikat. Rudi merespon konflik di berbagai negara merembes melukai dan membunuh rasa kemanusiaan. Agama, ungkap Rudi, acapkali menjadi bahan bakar agresivitas manusia, menjadi ideologi yang dipropagandakan. Dari negeri-negeri Balkan, Timur Tengah, Afrika, Asia, dan Amerika Latin pedang dan peluru mencatatkan sejarahnya sebagai mesin pembunuh atas nama ideologi dan perspektif kebenaran masing-masing pihak.
Rudi kelahiran Semarang 17 April 1978, sebelum menghadiri pembukaan LOREM IPSUM: Sisyphus and The Stone ini, baru saja menghadiri lokakarya film di California Amerika Serikat. Rudi selain perupa adalah pembuat film berbakat. Ia menyutradarai dan memproduksi film dokumenter “Prison and Paradise” (2010). Karya ini mendapat sambutan luas di kalangan mahasiswa, aktivis HAM dan peantren. Dengan film alumnus Institut Kesenian Jakarta (IKJ) program Film dan Televisi ini, menyampaikan pesan sederhana, jika tidak bisa mencintai dan menyantuni yatim piatu, janganlah menciptakan deretan yatim piatu baru.
Satu lagi karya Ismanto Wahyudi, Megaphone Duplomacy ( 87 x 53 x 83 cm) perunggu (2016). Karya lulusan Institut Seni Indonesia Yogyakarta kelahiran 1975 ini, terinspirasi dari fenomena sehari-hari mengenai komunikasi politik yang terjadi antara tokoh politik, antar partai, bahkan antar negara, yang seringkali menyampaikan pesan tertentu dengan memanfaatkan sarana media massa dan media sosial. Kekuatan media sosial dalam mengumandangkan pesan, tekanan, bahkan ancaman menggema demikian kuatnya dan dengan cepat menjalar di tengah-tengah kerumunan masyarakat menjadi berita yang ramai dibicarakan, bagai kekuatan berlaksa-laksa armada perang yang membawa sangkakala.
- Advertisement -
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.