Wakil Ketua Komisi VII DPR Kurtubi menilai sistem kontrak karya yang selama ini berlaku khususnya di sektor pertambangan belum sepenuhnya mencerminkan tegaknya kedaulatan negara atas kekayaan alam yang dimilikinya. Itulah sebabnya, soal ini selalu menimbulkan polemik di kalangan masyarakat.
“Pertama kita hapus dulu sistem kontrak karya, lalu nanti saya mengusulkan gantinya kontrak karya itu sebenernya kontrak bagi hasil sebagaimana di migas,” ujar Kurtubi dala acara talkshow di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (20/8).
Menurut Kurtubi, untuk tambang-tambang yang memiliki kapasitas besar, agar diserahkan pengelolahannya ke BUMN , sedangkan untuk yang kecil diserahkan ke BUMD.
“Yang penting negara. Negara yang mengelola, lalu ada investor yang masuk, investornya berkontrak dengan BUMN tadi, itu solusinya, sehingga pemiliknya negara, melalui BUMN, pemilik aset yang ada di perut bumi,” kata Kurtubi.
Selain itu, kata Kurtubi, kondisi yang terjadi saat ini, dengan bermodalkan hanya mempunyai Izin Usaha Penambangan (IUP), kontraktor dapat mengajukan pinjaman modal yang besar ke bank.
“Ini seperti mengagunkan cadangan yang ada di perut bumi, padahal itu milik negara, makanya dalam undang-undang Minerba yang akan datang harus tegas disebutkan sebagai milik negara,” tambahnya.
Menurutnya, kekacauan yang ada saat ini dikarenakan banyaknya klaim-klaim yang terjadi, seolah olah penggarap sawah menjadi pemilik sawah.
“Penggarap sawah ini lalu mengagunkan sawahnya untuk pinjam uang di bank untuk beli traktor, beli bibit. Padahal yang boleh mengagunkan itu pemiliknya ya. Ini tolong di catat, penggarap tetep kita hargai hak-haknya itu, sekali lagi, kedepan, untuk kita mempercepat kemakmuran bangsa ini sektor ESDM harus dikelola secara tepat oleh negara,” tandasnya.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.