
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Bupati Bekasi periode 2017-2022 Neneng Hassanah Yasin bersama delapan orang lainnya sebagai tersangka dugaan kasus suap Meikarta di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Laode M Syarif saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Senin (15/10/2018).
Laode M Syarif mengungkapkan bahwa setelah melakukan pemeriksaan dan dilanjutkan dengan gelar perkara, KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan, dengan sembilan orang sebagai tersangka. Dalam kasus ini, Laode menjelaskan bahwa Bupati Bekasi dan beberapa pembantunya diduga menerima hadiah atau janji dari Bos Lippo Group terkait pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.
“Setelah melakukan pemeriksaan dilanjutkan gelar perkara, sebelum 1×24 jam disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji pada Bupati Bekasi dan kawan-kawan terkait pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi,” ungkap Laode.
Dalam kasus tersebut, pihak yang diduga memberi suap ada empat orang yakni Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS), dua konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP) serta pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ).
“Petinggi Lippo Group diduga menjanjikan 13 miliar rupiah kepada pejabat Kabupaten Bekasi untuk pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta. Jumlah tersebut merupakan total commitment fee proyek Meikarta. Dari jumlah tersebut, dana yang baru cair sebesar 7 Miliar rupiah,” papar Laode.
Laode melanjutkan, sebagai pihal pemberi suap, Billy Sindoro, Taryudi, Fitra Djaja Purnama, Henry Jasmen disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a pasal 5 ayat (1) huruf b atau atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.
“Sementara lima orang yang diduga sebagai penerima adalah Bupati Bekasi 2017-2022 Neneng Hassanah Yasin (NNY), Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin (J), Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN), Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati (DT), dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR),” ungkap Laode.
Dalam hal ini menurut Laode, sebagai pihak penerima Neneng Hassanah Yasin disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 atau pasal 12 B UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
“Sementara Jamaludin, Sahat MBJ Nahor, Dewi Tisnawati, dan Neneng Rahmi disangkakan melanggar pasal pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP,” katanya.
Sebelumnya, menurut Laode, informasi kasus ini berasal dari masyarakat sejak satu tahun lalu, pada Minggu (14/10/2018) hingga Senin (15/10/2018) dini hari, KPK menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Bekasi. Dalam OTT tersebut, Tim KPK berhasil mengamankan 10 orang serta barang bukti berupa uang tunai senilai 1 Miliar rupiah.
Dalam praktik suap yang dilakukan oleh Bupati Bekasi dan pihak Lippo Group, Laode memaparkan bahwa berbagai kode dipakai untuk menyamarkan para pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bekasi. Laode menungkapkan bahwa sejumlah nama publik figur tanah air seperti Tinna Toon, Melvin, Windu hingga Penyanyi dijadikan sebagai kode dalam transaksi.
“Teridentifikasi penggunaan sejumlah sandi dalam kasus ini untuk menyamarkan nama-nama para pejabat di lingkungan Pemkab Bekasi, antara lain Melvin, Tina Toon, Windu, dan penyanyi,” pungkasnya.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.