Selasa, 3 Oktober 23

Kota Sejuta Angkot, Riwayat Mu Kini

Ada banyak latarbelakang yang membuat Kota Bogor mendapat predikat terburuk berkendara di dunia sebagaimana rilis Indeks Kepuasan Pengendara di berbagai kota di dunia versi aplikasi navigasi bagi pengendara, Waze, baru-baru ini. Tidak hanya maraknya PKL, sempitnya ruas jalan dan pertumbuhan kendaraan di Kota Bogor yang mencapai 13 persen, banyaknya angkot pun ikut memberi sumbangan kesemrawutan lalu lintas di kota hujan.

Kota sejuta angkot, istilah itu tak pernah lepas dari sebutan untuk Kota Bogor.  Data yang dimiliki Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ), jumlah angkot di Kota Bogor mencapai 3.412 unit dengan 23 trayek. Kondisi itu akhirnya menyebabkan Kota Bogor kini dipadati angkot yang begitu banyak.

Kendaraan yang melintas dilingkar Kebun Raya Bogor (KRB) setiap harinya  mencapai 2.380 angkot. Ribuan angkutan tersebut berasal dari 13 trayek yang dibagi dalam tiga shift.

Sejauh mata memandang, hijau angkot terlihat dimana-mana. Sebelum kepala daeah Kota Bogor dijabat Bima Arya Sugiarto, upaya tata kelola transportasi sudah dilakukan semasa era walikota sebelumnya dimulai dari Suratman, Edy Gunardi, Iswara Natanegara dan Diani Budiarto. Hasilnya, kemacetan tetap saja terjadi.

Sadar belum ditemui solusi atasi kemacetan Kota Bogor, Pemkot Bogor pun menggelar Forum Lalu Lintas Kota Bogor menggandeng Polresta Bogor, Denpom III/1 Siliwangi, dan Kodim 0606/Kota Bogor. Forum itu membahas tentang koordinasi antara Pemkot dan unsur Muspida dalam mengatasi persoalan kemacetan dan sistem transportasi di Kota Hujan.

“Program transportasi di Kota Bogor sebenarnya sudah ada konsepnya. Jadi tinggal komitmen kita untuk mengeksekusi dan mengakselerasikannya. Bahkan sebagian sudah ada berjalan, sebagian lagi masih dalam proses,” kata Walikota Bogor Bima Arya, baru-baru ini.

Dia menjelaskan komitmen dan kesepakatan bersama unsur Muspida Kota Bogor yang akan menggelar operasi terpadu. Hal ini untuk memastikan semua angkot layak jalan.

“Jika ada persoalan akan ditindak secara maksimal. Tilang dan dendanya maksimal. Kami akan kandangkan angkot bodong yang tetap beroperasi, tidak boleh beroperasi sampai bebas,” tegasnya.

Kemacetan Kota Bogor memang tidak melulu karena keberadaan angkot. PKL yang setiap tahun menyedot anggaran Rp2 miliar dari APBD Kota Bogor untuk ditertibkan, sampai saat ini pun belum ditemui solusi. PKL yang berjualan di trotoar, bahu jalan, lapangan olah raga, taman kota, dan lahan parkir berdampak pada kemacetan. Saat ini, Kota Bogor dihuni ribuan PKL pun yang berjualan di tempat tersebar seperti di Jalan Otista, Jalan Suryakencana, Jalan Kapten Muslihat, hingga Jalan Dewi Sartika.

Setiap malam, PKL sayuran penuhi separuh badan di sepanjang Jalan Otista, Suryakencana, hingga tanjakan Empang.
Setiap malam, PKL sayuran penuhi separuh badan di sepanjang Jalan Otista, Suryakencana, hingga tanjakan Empang.

Berdasarkan Data UMKM Kota Bogor, jumlah Pedagang Kaki Lima (PKL) yang setiap harinya berjualan di pinggir-pinggir jalan mulai Jalan Roda hingga Jembatan Otista mencapai 700-1000 pedagang. Jumlah tersebut, belum termasuk PKL yang berjualan di Jalan Pedati dan Jalan Lawang Seketeng. Sementara, PKL dilingkungan Dewi Sartika dan sekitarnya, jumlahnya pun tidak jauh berbeda.

“PKL, dari waktu ke waktu jadi masalah Kota Bogor, dan dari tahun ke tahun yang selalu menghamburkan anggaran Rp2 miliar untuk penertiban, selalu tidak pernah ada hasilnya. Coba lihat di Jalan Otista, Suryakencana dan sekitarnya, setiap malam mulai pukul 20.00 WIB, PKL berjualan di badan jalan yang berakibat penyempitan jalan, buntutnya terjadi kemacetan. Sementara, penataan PKL di Jalan Dewi Sartika, setiap ditertibkan, esoknya kembali lagi,” kritik Ketua Forum Sosio nasionalis (Forsosnas) Risyat Samsul Bahri.

Selain PKL, tidak selarasnya infrastruktur jalan dengan jumlah pertumbuhan kendaraan ikut sumbangkan buruknya lalu lintas di Kota Bogor. Terhitung hingga 2013, panjang jalan yang menjadi kewenangan Pemkot hanya sekitar 626.651 km.

Sementara, jaringan pelayanan angkutan umum dengan panjang lintasan trayek mencapai 328.560 km atau mencakup 52,43 persen jika dibandingkan panjang jalan yang ada. Saat ini, luas wilayah Kota Bogor hanya 118,5 km dan jumlah penduduk yang sudah menembus 1 juta orang.

“Soal kesemrawutan, juga dikarenakan buruknya tata kota. Ada beberapa lokasi yang semestinya terlarang untuk dibangun, tapi malah dilumrahkan. Hal ini terjadi sejak lama. Salah satu contoh, sepanjang tepi Sungai Cibalok, Tajur yang seharusnya merupakan daerah hijau, kini sudah berpagar bangunan komersil. Akibatnya, kemacetan pun ikut hadir. Apalagi di Jalan Tajur tersebut kini hadir dua mal (red. Tajur Trade Mall dan Ramayana Mall),” kata anggota Komisi C DPRDS Kota Bogor, Budi. (eko)

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait