BOGOR – Di Kota Bogor, diketahui sebanyak 897 ibu-ibu resmi menyandang status janda baru. Terbanyak, berusia 31 hingga 40 tahun.
Tingginya angka perceraian itu diakibatkan banyak faktor, mulai dari ketidakharmonisan rumah tangga, latar belakang ekonomi hingga rusaknya rumah tangga karena adanya orang ketiga. Demikian informasi yang dikutip indeksberita.com dari data Pengadilan Agama di Jalan KH Abdullah Bin Nuh, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor.
“Penyebab perceraian itu banyak faktor. Terbanyak dikarenakan masalah ekonomi sebanyak 221 kasus. Kemudian, karena faktor tidak bertanggungjawab 249 kasus, perselisihan 113 kasus, tidak ada keharomisan 227 dan karena masalah lain-lain 75,” ujar Panitera Muda Hukum PA Kota Bogor, Agus Yuspirani, SH saat mendampingi Ketua PA Kota Bogor, Sirajudin, SH di ruang kerjanya, Selasa (18/10/2016).
Selain itu, sambungnya, latarbelakang perceraian yang diakibatkan kekejaman jasmani sebanyak 4 kasus, perceraian karena dihukum 5 kasus dan cacat biologis 1 kasus.
“Prosentase penyebab perceraian dimulai Januari hingga Agustus 2016, tertinggi dilatarbelakangi masalah ekonomi 25 persen, pertengkaran 23 persen. Sementara, retaknya rumah tangga karena adanya orang ketiga dan ditinggalkan jumlahnya sama 18 persen. Sedangkan, karena krisis ahlak 8 persen, KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) 6 persen, dan poligami 2 persen,” imbuhnya.
Terkait perbandingan tahun sebelumnya, lanjutnya, penyebab perceraian didominasi karena gugatan istri.
“Tahun 2014, cerai talak sebanyak 290 sementara cerai gugat 958. Selanjutnya, pada tahun 2015, cerai talak 282, dan cerai gugat 1097. Dikaitkan dengan golongan usia, kasus perceraian tertinggi di Kota Bogor berada pada kelompok usia 31 hingga 40 tahun. Dibawahnya, usia 21 hingga 30 tahun. Dan, usia 41 hingga 50 tahun jumlahnya rendah,” tuturnya. (eko)