Minggu, 2 April 23

Kopi sebagai Gaya Hidup

Keseimbangan antara Keunikan dengan Kualitas

Menurut data Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI), produksi kopi nasional pada tahun 2014 sebanyak 685 ribu ton, hampir 10% dari total produksi kopi dunia, dimana hampir 77% adalah jenis robusta dan sekitar 23% Arabica. Dan 2/3 dari volume produksi nasional tersebut diekspor, dengan nilai USD 1.4 milyar. Nilai yang besar, dan menjadi penyumbang devisa yang penting.

038f5a57dab70742fd18059c907702beYang menjadi masalah adalah tingkat konsumsi dalam negeri yang rendah. Pada tahun 1989 dari riset LPM UI, konsumsi kopi di Indonesia baru mencapai 500 gram/orang/tahun atau sekitar 100 cangkir/orang/tahun. Pada tahun ini, kalangan pengusaha kopi memperkirakan tingkat konsumsi baru mencapai 800 gram/tahun/orang, atau sebesar 160 cangkir/orang/tahun. Ini jumlah yang sangat kecil, dan berbahaya bagi para petani kopi. Sebab saat ini pemerintah sedang mendorong peningkatan produktifitas petani, sementara konsumsi kopi di amerika dan eropa sudah di titik puncak dengan tingkat laju pertumbuhan penduduk yang jalan di tempat. Maka meningkatkan konsumsi kopi nasional menjadi penting.

Munculnya cafe dan kedai kopi di mana-mana akan meningkatkan tingkat konsumsi kopi nasional. Minum kopi akan menjadi gaya hidup masyarakat. Tinggal kita “mengedukasi” masyarakat dengan benar, bahwa kopi banyak manfaat, bukan faktor penyebab datangnya penyakit. Bahwa minum 4 cangkir kopi/hari tak menimbulkan efek apa pun, bahkan menyehatkan. Dan bagi pengusaha kopi juga harus ada kesadaran menyediakan kopi yang baik bukan hanya menjual keunikan cafe atau kedai kopi nya. Ini lah yang ingin saya sampaikan dalam tulisan saya berikutnya mengenai penjelajahan singkat di 3 tempat penyedia kopi di Jogyakarta.

Lanjutan: Minum Kopi di Jogya: Keunikan Konsep Hal Utama

- Advertisement -
Berita Terbaru
Berita Terkait