Komunitas Anak Bangsa (KAB) menilai tugas kebangsaan Presiden Jokowidodo masih banyak yang belum tertangani dalam periode lima tahun pertama. Oleh kerna itu menurut Komunitas Anak Bangsa, Jolowi harus bisa menjadi presiden rakyat bukan presiden partai agar tugas kebangsaan yang diemban Jokowi bisa dituntaskan.
“Tak bisa dipungkiri adanya benturan kepentingan politik sempit yang membuat ruang gerak presiden untuk bekerja optimal jadi terbatas,” Ujar Juru Bicara Komunitas Anak Bangsa, Andre Vuncent Wenas kepada media massa disela diskusi bertajuk, “Presiden Rakyat Bukan Presiden Partai,” yang digelar KAB di Dapur Ciragil, Jakarta Selatan, pada hari Rabu (28/8/2019)
Dari pantauan media ini, tampak hadir sebagai nara sumber dalam dikusi KAB ini:Â Prof.Franz Magnis Suseno, Habib Jindan, Mongol dan Hokkop Situngkir. Pada Kesempatan itu Romo Frans Magnis Suseno menjelaskan bahwa Pemerintahan Jokowi diperiode kedua masih dibayangi kekuatan oligarki terutama dari partai politik pendukung. Namun demikian, lnajut Frans, Jokowi harus bisa menjadi pemimpin untuk seluruh rakyat Indonesia terutama dalam hal menjaga tolerasi kehidupan beragama.
“Jangan ada istilah Jokowi dipilih oleh latar belakang suku atau agama lagi, sebab kedepannya Jokowi berhadapan dengan tugas menyatukan Indonesia dibawah kerangka Pancasila terutama dalam soal tolersi bergama,” ujar Romo Magnis.
Romo Magnis berpendapat bahwa masa depan Indonesia adalah masa depan beradaaban Islam. oleh karena itu dia berharap, peradaban Islam yang dibangun merupakan peradaban Islam dalam yang tetap berada dalam kerangka demokrasi Pancasila.
“Islam di Indonesia kedepan akan mengalami kebangkitan tentunya dengan harapan tetap dengan wajah islam yang demokratis,” ujar Romo.
Sementara itu dikesempatan yang sama Habib Salim Djidan dalam diskusi itu berharap bahwa semua komponen masyarak harus terlibat dalam mengawal kebijakan Presiden. Untuk itu ia mendorong agar masyarakat mengotrol dan mengawasi kebijakan pemerintah.
“Rakyat harus terlibat aktif dalam mengontrol dan mengawasi kebijakan pemerintah agar presiden tidak didikete oleh partai politik. Jangan jadi pendukung yang cuma enggih-enggih kita harus berani mengkoreksi jika ada kebijakan pemerintah yang salah,” tegasnya.
Di akhir diakusi, Hokkop Situngkir menekankan pentingnya pengelolaan Data yang benar sebagai rumusan untuk menetukan kebijakan. Menurutnya, kebijakan berbasis data akan membuat kebijakan tersebut tepat sasaran.
“Data merupakan aspek fundament sebagai bahan untuk mengambil kebijakan agar Presiden bisa obyetif tidak terpengaruh oleh kepentingan politis, hingga kebijakan tersebut tepat sasaran, ” pungkasnya.